Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PHRI: Cuti Bersama Dipangkas akan Persulit Sektor Pariwisata Bertahan

KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengaku kecewa dengan adanya pemangkasan cuti bersama tahun 2021 yang dilakukan pemerintah.

“Kalau kita bicara sektor pariwisata itu kan produktivitasnya pada saat orang libur. Tentu kalau kita ditanya bagaimana tanggapannya ya sebenarnya kita kecewa lah terhadap hal tersebut,” kata Maulana ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (24/2/2021).

Periode cuti bersama awalnya memang sangat diandalkan pelaku usaha pariwisata untuk bisa meningkatkan pertumbuhan sektor pariwisata.

Maulana mencontohkan periode libur akhir tahun di kuartal empat tahun 2020 kemarin. Saat itu, okupansi perhotelan sempat tumbuh. Walaupun memang masih minus 8, tapi tetap merupakan sebuah peningkatan dari kondisi sebelum libur akhir tahun.

“Di bulan Desember itu terjadi peningkatan karena liburnya cukup lama. Tapi itu pun masih di luar prediksi,” ujar Maulana.

Pasalnya, pemerintah tiba-tiba mengumumkan adanya pemotongan cuti bersama akhir tahun yang tentu saja menyebabkan kerugian yang tidak sedikit di sektor pariwisata.

“Karyawan yang sudah kita pekerjakan kembali untuk menghadapi reservasi akhirnya cancel semua kan,” lanjutnya.

Memasuki kuartal pertama tahun 2021, Maulana memastikan akan terjadi penurunan pergerakan wisatawan yang cukup drastis.

Periode bulan Januari hingga Maret setiap tahunnya memang biasanya merupakan low season untuk sektor pariwisata. Namun, kondisitersebut tahun 2020 dan juga tahun 2021 ini semakin diperparah dengan adanya pandemi Covid-19.

Tak itu saja, di bulan Maret 2021 juga akan memasuki bulan Ramadhan. Periode tersebut dipastikan akan membuat periode low season berlangsung lebih lama lagi.

Pola tersebut, imbuh Maulana, selalu terjadi setiap tahunnya dan sangat bisa menggambarkan pola pergerakan wisatawan nusantara (wisnus).

Bertentangan dengan Program Bangga Berwisata di Indonesia

Hal tersebut terkait dengan program Bangga Berwisata di Indonesia yang dicetuskan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan yang juga didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Maulana menilai program yang menyasar wisnus tersebut sangat bertentangan dengan kebijakan yang saat ini ditetapkan pemerintah, khususnya kebijakan pemangkasan cuti bersama.

Menurutnya, pola pergerakan wisnus sejauh ini selalu bisa dipetakan. Ada tiga musim liburan di sepanjang tahun yang bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan wisatawan. Di antaranya adalah libur Lebaran, libur Natal, dan Tahun Baru.

Di luar ketiga musim itu, sangat sulit untuk menggerakkan wisnus agar berlibur. Hal ini diperparah dengan adanya pemangkasan cuti bersama. Jika liburnya tidak ada, maka pergerakan wisnus pun tidak akan terjadi.

“Kontraproduktif dan membuat program itu enggak melihat karakteristik wisnus gitu. sehingga kayaknya enggak dianalisis dulu,” tutur Maulana.

Proses perjalanan yang dipersulit

Selanjutnya, Maulana juga mengritisi kebijakan perjalanan di Indonesia yang sangat dipersulit. Salah satunya mengenai syarat rapid test antigen dan/atau RT-PCR untuk para penumpang pesawat yang sangat terbatas waktu.

“Kita hidup di negara kepulauan. Justru kebijakan dengan airlines yang ditahan ini yang tetap berkembang itu hanya di Pulau Jawa saja. Kenapa saya bilang di Pulau Jawa? Karena Pulau Jawa itu terutama sudah ada infrastruktur,” terang Maulana.

Kebijakan syarat rapid test antigen dan/atau RT-PCR yang terbatas waktu tersebut tidak akan berpengaruh jika seseorang melakukan perjalanan di sekitar Pulau Jawa. Sehingga dengan begitu, sektor pariwisata di Pulau Jawa bisa dibilang masih bisa bertahan.

Namun jika berbicara sektor pariwisata di luar Pulau Jawa, khususnya yang aksesnya masih sulit dicapai tanpa menggunakan pesawat udara, bisa dibilang sangat terdampak.

“Bagaimana nasib di Kalimantan, Sumatera bagian ujung, bagaimana dengan Bali? karena spender-nya start itu kan dari DKI Jakarta, ibu kota negara,” imbuh Maulana.

Sejauh ini, daerah di Sumatera yang tingkat okupansinya masih cukup tinggi hanyalah Lampung dan Palembang. Sementara daerah lainnya bisa dibilang jatuh cukup jauh.

Alasannya, karena akses ke kedua kota tersebut masih cukup mudah dijangkau dari Jakarta. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih hanya enam jam perjalanan.

“Kenapa cuti bersama menjadi penting? karena dengan menambah cuti bersama akan menambah orang untuk spending di daerah. Itulah yang membantu tumbuh kembali,” pungkasnya.

https://travel.kompas.com/read/2021/02/27/101000227/phri--cuti-bersama-dipangkas-akan-persulit-sektor-pariwisata-bertahan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke