Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tari Babukung, Tradisi Saat Kematian di Lamandau Kalimantan Tengah

KOMPAS.com - Penganut Hindu Kahariangan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, punya tradisi unik saat ada penduduk di desa yang meninggal dunia. Tradisi itu bernama babukung.

Babukung adalah tradisi menari sembari memakai topeng dan membawa bantuan kepada keluarga yang sedang berduka. Bantuan yang dimaksud bisa berupa beras, gula, atau ayam.

  • Melihat dari Dekat Kehidupan Suku Dayak di Lamandau Kalteng
  • Kalteng Akan Kembangkan Wisata Alam Unggulan

Saat peluncuran Kharisma Event Nusantara (KEN) dan SPORTIVE 2023 di Taman Mini Indonesia (TMII), Jakarta Timur, pada Minggu (29/1/2023), babukung ikut tampil memeriahkan acara.

Asisten 2 Bupati Lamandau Meigo menyampaikan, babukung merupakan warisan nenek moyang khusus di Kabupaten Lamandau. 

"Ketika ada masyarakat yang meninggal, itu ditandai dengan memukul gong. Setelah itu, masyarakat yang mendengar bunyi gong akan mencari tau informasi seputar siapa dan di mana orang yang meninggal dunia," kata Meigo kepada Kompas.com, Minggu (29/1/2023).

Lebih lanjut, ia memaparkan, setelah masyarakat mendapatkan informasi seputar adanya orang yang meninggal, mereka akan datang ke rumah orang yang meninggal tersebut sembari menari dan membawa bantuan pangan.

Saat menari dan membawa bantuan, wajah masing-masing penari akan ditutupi luha, topeng dengan beragam bentuk dan karakter.

"Saat ini ada sekitar 12 karakter topeng, mulai dari topeng bentuk hewan hingga bentuk imajiner seperti bentuk naga," tuturnya.

  • Serba-serbi Banjarbaru, Ibu Kota Baru Kalimantan Selatan
  • Itinerary 3 Hari 2 Malam di Tanjung Selor Kalimantan Utara

Tarian babukung digelar saat siang dan malam hari di halaman rumah keluarga yang sedang berduka saat jenazah masih ada di dalam rumah.

"Tarian babukung ini dilakukan disesuaikan dengan kemampuan orang berduka untuk menahan jenazah di dalam rumah," kata Meigo.

Lama pelaksanaan babukung biasanya dilakukan selama hitungan kelipatan ganjil, seperti tiga hari, lima hari, dan tujuh hari setelah hari kematian.

"Semakin berada keluarga yang berduka, semakin lama tradisi ini dilakukan," ujar Meigo.

Setelah tarian selesai dilakukan di halaman rumah maka setiap penari akan masuk ke dalam rumah duka dan menyerahkan bantuan.

Setelah memberikan bantuan, si penari akan pulang, berganti pakaian, kembali ke rumah duka dengan pakaian berbeda tanpa memakai topeng.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau Yuano mengatakan, babukung dilakukan guna membantu dan menghibur keluarga yang sedang berduka.

Penggunaan topeng saat melakukan tarian dan pemberian beras pun punya makna tersendiri. 

Selain bernilai dalam bentuk estetika, topeng yang dikenakan saat tarian babukung berguna untuk menutupi wajah orang yang memberi bantuan.

"Kalau pakai topeng, orang tidak tau siapa yang memberi bantuan, karena mereka (yang memberi bantuan) tidak mau dibalas. Jadi ketika membantu, dia tulus dan ikhlas, di situ nilai persaudaraannya," terang Yuano.

Selain nilai persaudaraan, babukung juga menyimpan makna gotong royong dan empati terhadap keluarga yang sedang berduka.

Meigo mengatakan hingga saat ini babukung masih dilakukan oleh penganut kepercayaan Hindu Kahariangan.

Akan tetapi tradisi tersebut perlahan mulai ditinggalkan karena masuknya penganut kepercayaan lain ke daerah Lamandau, seperti agama Kriten, Islam, dan Katolik.

Guna menghindari punahnya babukung, Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau melestarikan tradisi ini sebagai suatu budaya.

"Jadi (babukung) sekarang dianggap sebagai suatu budaya, bukan lagi ritual khusus. Tapi tetap tidak melupakan adat istiadat yang lama," kaya Yuano.

Salah satu langkah Dinas Pariwisata Kabupetan Lamandau untuk tetap melestarikan babukung yaitu menjadikannya sebagai festival seni.

"Biasanya kami melibatkan semua desa di Kabupaten Lamandau untuk ambil bagian dalam festival ini. Jadi ada yang dilombakan antar-desa, antar-kecamatan, dan antar-kabupaten," kata Meigo.

Festival Babukung, kata Yuano, juga sudah dicatat sebagai warisan budaya tak benda secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. 

Tidak hanya itu, Festival Babukung di Kabupaten Lamandau juga telah meraih tiga rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

Pertama, pada 2017 Kabupaten Lamandau berhasil mencatat rekor MURI sebagai 1.000 tarian babukung terbanyak.

Kedua, pada 2021 mencatat rekor MURI sebagai unggahan tarian babukung terbanyak karena tidak bisa menggelar festival secara langsung saat pandemi.

Ketiga,bpada 2022 mencatat rekor MURI mewarnai luha atau topeng yang digunakan saat tradisi Babukung.

Festival Babukung sudah dilakukan selama tujuh tahun, dan pada tahun kedelapan ini Festival Babukung akan kembali dilaksanakan di Kabupaten Lamandau pada 7, 8, dan 9 Agustus 2023 mendatang.

https://travel.kompas.com/read/2023/02/01/171605727/tari-babukung-tradisi-saat-kematian-di-lamandau-kalimantan-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke