KOMPAS.com - Umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Adha pada Kamis, 29 Juni 2023 mendatang. Hari suci umat Islam ini juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban dan Hari Raya Haji.
Idul Adha yang diperingati setiap 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah memiliki sejarah serta makna yang mendalam bagi muslim.
Bagamaina sejarah Idul Adha? Berikut ulasannya seperti dihimpun Kompas.com.
Apabila membahas sejarah Idul Adha, maka tidak bisa lepas dari kisah teladan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Keduanya termasuk dalam 25 nabi yang wajib diketahui umat Islam.
Melansir dari Gramedia, sejarah Idul Adha bermula dari pasangan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar yang belum dikaruniai keturunan. Suatu riwayat menyebutkan bahwa usia Nabi Ibrahim kala itu sudah mencapai 85 tahun.
Usai penantian panjang, doa Nabi Ibrahim dan Siti Hajar akhirnya dikabulkan Allah SWT. Siti Hajar, yang merupakan istri kedua Nabi Ibrahim mengandung hingga melahirkan putra, yang diberi nama Ismail.
Sayangnya, kebersamaan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan putranya tidak berlangsung lama. Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk meninggalkan Mekkah dan pergi ke Yerussalem.
Baik Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, menerima perintah Allah SWT tersebut dengan lapang dada. Nabi Ibrahim pun meninggalkan Siti Hajar dan Ismail yang baru lahir itu.
Selama kepergian Nabi Ibrahim ke Yerussalem, Siti Hajar mengalami peristiwa penting yang kemudian menjadi salah satu rukun ibadah haji.
Melansir dari laman Badan Pengelola Keuangan Haji, Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi ditinggalkan di Mekkah yang tandus. Saat itu, Siti Hajar mulai kehabisan persediaan air dan bekal.
Sementara, Ismail bayi menangis kelaparan. Kemudian, Siti Hajar melihat bayangan air di Bukit Shafa dan Bukit Marwah. Siti Hajar berlari bolak-balik antara kedua bukit itu sebanyak tujuh kali, namun tak kunjung menemukan sumber air.
Saat itulah, Siti Hajar melihat sumber air dari tanah di bawah kaki Ismail. Dengan sigap, Siti Hajar mengumpulkan air tersebut, seraya berkata zamzam dalam bahasa Arab, yang berarti berkumpul.
Mata air tersebut adalah sumur zamzam yang tidak pernah kering selama 4.000 tahun.
Peristiwa tersebut menjadi salah satu rukun haji, yaitu sa’i atau berjalan kaki dan berlari-lari kecil, sebanyak tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah.
Singkat cerita, akhirnya Nabi Ibrahim kembali ke Mekkah, untuk menemui Siti Hajar dan Nabi Ismail. Sebuah riwayat menyebutkan, usia Nabi Ismail saat itu kira-kira enam hingga tujuh tahun.
Belum lama menikmati kebersamaan tersebut, Nabi Ibrahim kembali mendapatkan ujian yaitu mendapatkan perintah menyembelih Nabi Ismail yang disampaikan Allah SWT melalui mimpi. Hal tersebut membuat Nabi Ibrahim bimbang.
Namun ternyata, Nabi Ismail justru bersedia menjadi kurban sebagaimana perintah dari Allah SWT. Bahkan, Nabi Ismail dengan lapang dada meminta ayahnya untuk segera melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.
Melihat kesetiaan dan ketakwaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, maka Allah SWT mengganti Nabi Ismail dengan domba ketika proses penyembelihan. Kemudian, daging domba tersebut dibagikan kepada orang-orang muslim lainnya.
Hari Raya Idul Adha juga disebut Idul Kurban atau Lebaran Kurban. Penyebutan ini, tentunya tidak lepas dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail di atas.
Pada Hari Raya Idul Adha, umat Islam menyembelih hewan kurban, berupa sapi, kambing, atau domba. Melansir dari laman Kementerian Agama, menyembelih hewan kurban hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal, dan mampu.
Idul Adha sendiri berasal dari kata dalam bahasa Arab yakni idul dan adha. Idul atau id diambil dari bahasa ada yaudu yang artinya kembali.
Sedangkan, adha merupakan jamak dari adhat yang berasal dari kata udhiyah, maknanya kurban. Jadi Idul Adha dapat diartikan sebagai kembali berkurban atau hari raya penyembelihan hewan kurban.
“Idul Adha menandai dua selebrasi rutin (annual celebration) umat Islam yang khas dan unik, pertama, penyelenggaraan ibadah haji dan kedua, ibadah kurban,” tulis Kemenag dalam situs resminya, dikutip Kompas.com, Selasa (6/6/2023).
Mengapa Idul Adha disebut Lebaran Haji?
Selain Idul Kurban atau Lebaran Kurban, Idul Adha juga dikenal sebagai Lebaran Haji.
Mengutip dari laman Kementerian Agama, penyebutan Lebaran Haji lantaran pada momentum Idul Adha, umat Islam dari seluruh dunia tengah melaksanakan ibadah haji di tanah suci, Mekkah.
Sehari sebelumnya, yakni pada 9 Dzulhijjah jemaah haji melaksanakan wukuf atau berdiam diri di Padang Arafah. Mengutip dari situs Badan Pengelola Keuangan Haji, wukuf di Padang Arafah merupakan rukun puncak ibadah haji.
Pada hari itu, jemaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk berdoa dan berzikir sampai matahari terbenam.
Selanjutnya, jemaah haji menuju Muzdalifah untuk bermalam di sana. Pada saat yang bersamaan, bagi umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji disunnahkan untuk berpuasa Arafah.
https://travel.kompas.com/read/2023/06/06/155000127/sejarah-idul-adha-mengapa-disebut-lebaran-haji-dan-kurban
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.