KOMPAS.com- Makassar, Sulawesi Selatan, tidak hanya terkenal akan wisata pantai, tapi juga hutan mangrove. Tempat yang bisa dituju adalah Jaringan Ekowisata Mangrove Lantebung (Jekomala) di Desa Wisata Lantebung, Kelurahan Wira, kecamatan Tamalanrea.
Dengan luas sekitar 30 hektar, hutan mangrove di pesisir Selat Makassar ini bukan hanya oase bagi warga kota kala dirundung penat, tetapi juga pelindung permukiman warga dari ombak dan angin kencang.
Hutan ini berada di sisi utara Kota Makassar, yang berjarak sekitar 13,8 kilometer. Dari pusat Kota Makassar, pengunjung bisa berkendara ke Lantebung melalui Tol Insinyur Sutami yang memakan waktu lebih kurang 24 menit.
Saat memasuki tempat ini, pengunjung harus berhati-hati karena kondisi jalan yang relatif sempit. Wisatawan juga akan menapaki jalur warna-warni ketika memasuki hutan mangrove.
Pelaku perjalanan yang berkunjung ke wisata mangrove Lantebung akan dibebankan tiket seharga mulai Rp 3.000 per orang, dikutip dari Tribun Makassar, Kamis (13/7/2023).
Potensi mangrove yang ada membuat Desa Wisata Lantebung menerima penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020.
Tidak hanya itu, baru-baru ini, Desa Wisata Lantebung juga termasuk dalam daftar 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Saya melihat selain hutan bakau ini menjadi destinasi dari segi pariwisata, tapi juga berperan dalam hal keberlanjutannya," ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dalam keterangan resmi, Rabu (12/7/2023).
"Karena mangrove ini sangat efektif untuk menyerap karbon dan menjadi salah satu favorit dalam kita melakukan carbon offsetting," imbuhnya.
Dilansir dari Kompas.id, mangrove telah menjadi bagian dari kehidupan penduduk Lantebung, bahkan sebelum tahun 1970-an.
Namun, seiring bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan lahan tempat tinggal, mangrove pun mulai dihabiskan.
Hal tersebut berdampak terhadap kondisi tempat tinggal penduduk, khususnya berkaitan dengan abrasi (pengikisan), menurut inisiator sekaligus pegiat konservasi mangrove di Lantebung, Saraba.
"Saat musim barat di mana ombak dan angin cukup kencang, rumah-rumah bisa rusak. Bahkan, pernah terjadi bencana cukup besar sehingga sebagian rumah warga rusak berat akibat angin dan ombak,” terang Saraba.
Pada akhirnya, berkat upaya Saraba, penduduk memahami peran penting mangrove dalam kehidupan mereka. Ia pun juga mengajak sejumlah pihak, termasuk pelajar, untuk belajar mengenai mangrove dan menanamnya.
https://travel.kompas.com/read/2023/07/13/191000327/hutan-mangrove-daya-tarik-utama-desa-wisata-lantebung-di-makassar