KOMPAS.com - Desa Wisata Tebara atau Desa Wisata Kampung Prai Ijing di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih mempertahankan rumah adat beratap menara dan peninggalan megalitikum.
Desa wisata ini pun masuk babak 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Desa ini berbasis budaya dan adat istiadat, dan bahasa setempat yang mereka lestarikan. Saya merasa bahwa inilah yang akan membawa Indonesia memiliki pariwisata berkelas dunia. Bukan Indonesia yang membangun desa, tapi desa yang menganugerahkan kemajuan untuk Indonesia," terang Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, lewat keterangan resmi, Senin (14/8/2023).
Saat berada di Desa Wisata Tebara, salah satu hal yang bisa menarik perhatian wisatawan adalah rumah adatnya yang berada di atas bukit.
Dilansir dari laman Jejaring Desa Wisata (Jadesta), Senin (14/8/2023), rumah adat di desa wisata ini berupa rumah panggung dengan menara tinggi bertanduk yang terdiri dari tiga tingkat.
Tingkat pertama (sali kabungnga) menjadi tempat memelihara hewan. Tingkat ini melambangkan kehidupan manusia di dunia yang dianggap masih kotor.
Tingkat kedua menjadi tempat hunian manusia yang dilengkapi perapian di tengahnya. Tingkat ini terbagi dua bagian yaitu bali katuonga dan kere padalu, sekaligus melambangkan api penyucian jiwa sebelum manusia menuju dunia arwah (ma rappu).
Tingkat ketiga (umma daluka/toko umma) berupa menara bertanduk yang menjadi tempat penyimpanan makanan dan barang budaya. Di puncak menara ada dua tanduk yang melambangkan perempuan dan laki-laki.
Tingkat tersebut menyimbolkan nirwana. Oleh sebab itu, bentuknya menyerupai telapak tangan yang terkatup, seolah memanjatkan puja kepada Sang Pencipta.
Sementara itu, di desa wisata ini juga ada peninggalan megalitikum berupa Batu Kubur besar dan sarkofagus. Batu Kubur menyimbolkan perahu yang berlayar ke dunia arwah, dikutip dari laman Jadesta.
Secara garis besar, rumah adat menara menyimbolkan kelahiran, sedangkan Batu Kubur menyimbolkan proses meninggalkan raga di dunia menuju keabadian.
Kepala Desa Tebara, Marthen Ragowino Bira menyampaikan, adat budaya di Prai Ijing bukan hanya karena pariwisata, melainkan memang telah menjadi napas kehidupan orang Sumba.
"Jadi orang Sumba berbudaya bukan karena ingin dilihat wisatawan, keseharian mereka itu adalah budaya itu sendiri. Maka kita bilang Sumba itu adalah the living museum of culture," ujar Marthen.
Selain mengamati rumah adat dan budaya penduduk setempat, wisatawan juga bisa mengikuti beragam atraksi wisata di Desa Wisata Tebara.
Beberapa atraksi tersebut, antara lain Pajurra, Pasola, Kataga atau Kodola, Tarian Wolekka, dan Wulla Poddu.
Pajurra, misalnya, umumnya dilakukan setelah musim panen sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. Dalam atraksi ini, laki-laki saling beradu pukul guna menunjukkan kekuatan, namun tanpa dendam.
Pukulan-pukulan tersebut menandakan usaha dan kerja keras mereka dalam menghasilkan panen yang berlimpah.
Selain Pajurra, ada juga Pasola yang populer dan biasanya disertai dengan kuda sumba. Dalam tradisi Pasola, dua suku besar dalam sebuah arena akan berhadapan dengan seorang Rato Adat sebagai penengah.
Ada juga tradisi Kataga atau Kodola yang merupakan parade budaya, Tarian Wolekka yang ditampilkan perempuan Sumba dengan aksesori warna-warni, dan Wulla Poddu yang menjadi momen refleksi suku loli setiap Oktober-November.
Desa Wisata Tebara telah dilengkapi sejumlah fasilitas, di antaranya area parkir, balai pertemuan, kamar mandi umum, kios suvenir, dan spot foto.
Tersedia homestay yang bisa dipilih, khususnya bagi wisatawan yang ingin merasakan tinggal di rumah adat menara. Namanya Homestay Prai Ijing dengan tarif mulai Rp 350.000.
Jangan lupa pula menyicipi aneka minuman dan makanan khas desa, antara lain kopi lolina, rowe kariwa dan bokasawu toro, rao lua atau daun ubi tumbuk, kapuu patunnu, dan kadodu watara.
https://travel.kompas.com/read/2023/08/14/081043127/desa-wisata-tebara-di-ntt-punya-rumah-adat-menara-dan-peninggalan-megalitikum