Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gunung Fuji di Jepang Dipadati Jutaan Turis, Terancam Overtourism

KOMPAS.com - Gunung Fuji telah lama dikenal sebagai gunung yang sakral dan tenang di Jepang, tetapi kedatangan jutaan wisatawan setiap tahunnya dinilai menjadi ancaman bagi gunung tersebut.

Terletak di Prefektur Yamanashi dan Shizuoka, Gunung Fuji dikunjungi lebih dari 2,3 juta orang pada tahun 2012. Dikutip dari The Guardian, Senin (11/9/2023), angka tersebut meningkat menjadi lebih dari lima juta pengunjung pada tahun 2019. 

  • 6 Fakta Gunung Fuji, Ikon Jepang yang Ternyata Pernah Meletus
  • Berlibur di Hakone, Melihat Fuji dari Romancecar hingga Onsen

Pada Juli 2023 ketika musim pendakian dimulai, sekitar 65.000 pendaki mencapai puncak gunung tersebut atau meningkat 17 persen dibandingkan tahun 2019. 

"Over-tourism menjadi masalah paling besar," tutur salah seorang pejabat pemerintah di Prefektur Yamanashi, Masatake Izumi, dikutip dari The Guardian, Senin (11/9/2023).

Izumi pun menyangsikan adanya manfaat ekonomi yang potensial dengan mendorong lebih banyak pengunjung ke Gunung Fuji.

"Orang-orang yang naik bus wisata mendaki gunung tersebut, membeli es krim saat menuruni gunung, dan langsung masuk bus. Hanya itu," ujar Izumi. 

Sebagai informasi, over-tourism terjadi ketika aktivitas pariwisata pada waktu tertentu dan di lokasi tertentu telah melebihi ambang batas kapasitas fisik, ekologis, sosial, ekonomi, psikologis, dan politik, dilaporkan oleh Kompas.com, Sabtu (6/8/2022).

Dari kejauhan, Gunung Fuji mungkin terlihat landai dengan salju putih di puncaknya. Namun, jangan salah, Gunung Fuji merupakan gunung tertinggi di Jepang dengan ketinggian mencapai 3.776 meter.

Dikutip dari laman Japan Rail Pass, Gunung Fuji terdiri dari 10 tahap (station) dari bawah sampai puncak, dengan empat jalur pendakian yaitu Yoshida, Fujinomiya, Subashiri, dan Gotemba. Durasi pendakian dari lima sampai 10 jam.

Gunung Fuji dipadati pendaki baik siang maupun malam hari. Pada malam hari, biasanya mereka mendaki untuk menikmati pemandangan matahari terbit (sunrise) di puncak. 

Akan tetapi, banyak yang belum menyadari sulitnya mendaki Gunung Fuji, apalagi kadar oksigen di puncak akan menipis dan cuaca bisa berubah dengan cepat. 

"Rasanya hampir seperti musim dingin di atas sana, sangat dingin," kata salah seorang pendaki Gunung Fuji asal Malaysia, Rasyidah Hanan, dikutip dari AFP. 

Hanan menyarankan adanya proses penyaringan pendaki karena beberapa dari mereka terlihat belum siap mendaki gunung tersebut.

"Mereka (pendaki yang belum siap) memakai pakaian yang sangat tipis, beberapa dari mereka terlihat sakit," tuturnya. 

Sementara itu, Izumi menyampaikan bahwa banyaknya pendaki menambah risiko kecelakaan. Beberapa pendaki yang melakukan pendakian pada malam hari terkena hipotermia sehingga harus dirawat di tahap pertama. 

Pada musim pendakian tahun ini, sejauh ini, setidaknya ada satu pendaki yang meninggal. 

Sehubungan dengan padatnya wisatawan di Gunung Fuji, Pemerintah Jepang tengah mendiskusikan langkah-langkah yang harus diambil.

Sebelumnya pada bulan lalu, mereka berencana menerapkan langkah-langkah pengendalian kerumunan untuk pertama kalinya jika jalur pendakian terlalu ramai. Akan tetapi, Izumi mengatakan bahwa belum ada tindakan yang dilakukan. 

Gubernur Yamanashi, Kotaro Nagasaki, mengatakan, langkah-langkah tertentu harus dilakukan agar Gunung Fuji tidak dihapus dari daftar warisan dunia UNESCO. 

Salah satu solusinya, lanjut Nagasaki, adalah membangun sistem kereta api untuk menggantikan jalan utama yang mengarah ke titik awal utama bagi para pendaki.

"Kami yakin bahwa, dalam hal pariwisata Gunung Fuji, pergeseran dari pendekatan kuantitas ke pendekatan kualitas sangatlah penting," kata Nagasaki.

https://travel.kompas.com/read/2023/09/11/062116927/gunung-fuji-di-jepang-dipadati-jutaan-turis-terancam-overtourism

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke