Inilah kejayaan masa lalu yang berusaha dilekatkan ke masa kini negeri kecil ini. Lambang negara Tajikistan menggunakan mahkota yang sama seperti punya Ismail Somoni. Mata uang Tajikistan pun dinamai Somoni, setelah mata uang Rubel Tajik terpuruk menjadi lembaran kertas tak berharga.
Saya berkenalan dengan Alyourov Bakhriddin, 20 tahun, seorang mahasiswa etnis Uzbek dari kota Istaravshan yang belajar kedokteran di Dushanbe, ketika dia sedang duduk membaca buku di sebuah gang kecil. Saya sangat mengagumi pakaiannya yang sangat rapi untuk ukuran mahasiswa. Kemeja putih bersih. Dasi biru donker. Jas hitam, celana panjang gelap pekat. Sepatu hitam mengkilat dengan ujung melengkung ke atas.
"Ini memang seragam sekolah," kata Bakhriddin, "Penampilan memang penting di sini."
Bakhriddin mengundang saya menginap di kosnya. Dalam kamar sempit dan sederhana itu, empat orang tinggal bersama. Semuanya etnik Uzbek dan sebagian besar mahasiswa kedokteran. Sore hari, selepas dari kampus, Bakhriddin langsung pergi bekerja hingga keesokan paginya. Pendapatannya tak banyak. Tak cukup untuk membayar uang sekolah sebesar 500 dolar per tahun itu.
Saya sangat mengagumi semangatnya. Tajikistan memang bukan negara kaya. Orang-orang hidup tak berpunya. Tetapi tak ada pengemis di jalan. Orang punya harga diri yang tinggi untuk tidak meminta belas kasihan.
(Bersambung)