Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (10)

Kompas.com - 19/03/2008, 07:47 WIB

            "Tajikistan adalah percampuran harmoni antara tiga budaya, Rusia, Islam, dan Barat," kata Muhammad mengutip pidato Aga Khan ketika mengunjungi Tajikistan pada masa perang dulu.
            "Lembaga internasional yang datang ke sini harus menghormati ketiga unsur budaya ini. Kebudayaan Rusia menjunjung persamaan hak bagi perempuan. Kebudayaan Islami adalah nilai moral dan etika. Dan kebudayaan Barat adalah ilmu pengetahuan dan teknologi." Percampuran ketiga hal inilah yang menyebabkan umat Ismaili Tajikistan sangat berbeda dengan umat Ismaili Afghanistan di seberang sungai sana.
            "Ketika mereka mulai memecah belah daerah ini," lanjut Muhammad, "orang-orang sempat berpikir, betapa beruntungnya mereka yang di seberang sungai sana. Mereka yang berada di bawah pemerintahan Inggris tentunya akan lebih baik daripada kami yang dijajah Rusia."

Afghanistan di awal abad 19 adalah negara boneka Inggris. Saya kemudian menunjukkan foto-foto kehidupan orang-orang Afghanistan persis di seberang sungai sana. Ada kota Ishkashim-nya Afghanistan, yang persis berhadap-hadapan dengan Ishkashim-nya Tajikistan. Ada foto perempuan yang memakai burka. Mohammad tercekat melihat rumah Pamiri di Afghanistan sana, kumuh dan gelap. Juga pakaian yang dikenakan wanita-wanita di sana yang sudah masuk museum di Tajikistan sini.

            "Sekarang saya bahagia dengan takdir yang saya jalani," kata Muhammad sambil mengelus dada. Keterbelakangan di seberang sungai sana membuatnya semakin bersyukur dengan kehidupan di Tajikistan sini, yang walaupun tidak berduit, tetapi masih jauh lebih daripada keterbelakangan yang seakan tiada pernah berakhir.

Pukul sembilan malam, Muhammad mengajak saya keluar berjalan-jalan. Di kejauhan seberang sana tampak Ishkashim-nya Afghanistan berkelip-kelip.

            "Lihat, mereka sudah kaya sekarang," kata Muhammad, "mereka sudah punya listrik."

Pukul sembilan di sini, pukul 8:30 di seberang sana. Saya juga menerka-nerka. Sinar kelip-kelip itu pasti karena semua orang sedang menyalakan generator, karena tidak mau ketinggalan mengikuti sinetron India tentang Tulsi, si anak menantu yang berjuang bersama ibu mertuanya.

Dari seberang sungai sini, imajinasi dan memori saya tentang Afghanistan di sana teraduk-aduk. Sebuah negeri, yang hanya dipisahkan oleh seutas sungai, tetapi terkunci dalam aliran waktu.

 
(Bersambung) 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com