Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (28)

Kompas.com - 14/04/2008, 07:42 WIB

Kehidupan yang penuh frustrasi dan depresi di negeri sunyi Kyrgyzstan membuat vodka menjadi jalan pintas favorit untuk membebaskan diri dari tekanan hidup. Taman-taman desa dan kota dipenuhi para pemabuk ketika senja menjelang. Kota-kota Kyrgyzstan menjadi sangat berbahaya ketika hari mulai gelap, karena para setan mabuk bisa tiba-tiba melompat dari balik pohon dan menodongkan pisau. Kriminalitas yang disebabkan oleh alkohol, atau vodka terrorism, membuat orang-orang di negeri ini tak berani berjalan-jalan keluar rumah di waktu malam.

Vodka, tidak hanya membuat penduduk takut, tetapi juga membahayakan nyawa si peminum sendiri. Mabuk sampai teler dan pingsan di pinggir jalan seperti ini, apalagi di musim dingin, tak jarang berujung kematian. Tak peduli laki-laki atau perempuan, vodka tak pernah pilih-pilih korbannya.

Saya tiba-tiba teringat, Satina juga hobi minum. Walaupun Satina tidak pernah minum-minum di hadapan saya, karena saya bukan peminum, saya tak berani membayangkan apakah Satina, wanita yang saya hormati, juga bisa teler seperti perempuan gemuk yang terkapar di pinggir jalan ini.

Bekbolot, seorang pemuda Toktogul, membantu saya mencari alamat Satina. Susah payah, dengan beratnya backpack di punggung, kami berhasil menemukan rumah itu. Apartemen kayu yang sama. Pintu-pintu mungil yang sama. Pohon besar yang sama. Semuanya masih sama. Saya gembira sekali.

Bekbolot memencet bel. Sebuah kepala gadis muda menyembul dari balik pintu. Saya tidak kenal gadis ini. Dia tak tersenyum, dan menjawab pendek-pendek.

            "Eje pergi ke desa. Dia kembali lagi nanti sore," Bekbolot menterjemahkan ucapan gadis itu kepada saya. Satina tidak ada di rumah. Maksat juga tidak ada.

Saya menjelaskan maksud kedatangan saya, bahwa saya kawan lama Satina yang ingin berjumpa. Gadis itu tidak mengizinkan saya masuk.

            "Saya tidak kenal kamu. Kalau eje tahu saya mengizinkanmu masuk, pasti eje akan menghukumku," katanya.

Si gadis lima belasan tahun ini mengaku sebagai keponakan Satina dan datang dari desa. Saya juga tidak memaksa. Rumah ini punya Satina dan si gadis hanya menjalankan tugasnya.

Bekbolot menemani saya duduk di pekarangan, menunggu datangnya Satina. Hampir dua jam kami menunggu. Satina tak datang juga. Udara sudah mulai dingin. Langit mulai gelap, pertanda bahaya mulai datang. Saya juga tidak tahu lagi mau ke mana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com