Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (31)

Kompas.com - 17/04/2008, 07:22 WIB

Saya lemas. Tidak pernah saya mengalami kejadian seperti ini. Kehilangan paspor Indonesia di Kyrgyzstan bukan cita-cita yang indah. Di sini tak ada KBRI yang bisa membantu.

Saya panik. Tetapi saya masih berusaha menenangkan diri. Terakhir kali saya ingat melihat paspor saya di kserokopia. Ada kemungkinan saya terburu-buru sampai mengambil fotokopian paspor dan kelupaan dokumen aslinya di toko. Tetapi masa saya bisa sebodoh itu? Saya sendiri tak percaya. Mungkin juga paspor saya jatuh di bus, di tengah keramaian penumpang yang berdesak-desakkan. Kalau yang ini berarti habislah saya. Tak ada harapan paspor kembali. Tidak, saya pun tak berani membayangkannya.

Saya gelisah. Malam itu saya tak bisa tidur. Saya hanya terbaring tak berdaya di atas lantai kamar anak Moken. Moken berusaha keras menghibur saya.
           
            "Sudah, jangan kuatir. Kalau kamu tak punya paspor dan tidak bisa meninggalkan negara ini, kamu tinggal di sini saja. Saya jadi bapakmu dan rumah ini jadi rumahmu."

Ergetse, istri Moken yang gemuk, juga mengangguk-ngangguk mengulum senyum. Ergetse tadi siang sempat senang sekali setelah mendengar saya memanggilnya soloo apam, ibuku yang cantik. Malam ini dia juga menghibur saya, di tengah kesibukan persiapan kawinan anaknya. Apakah ia benar-benar menjadi ibu saya, seorang pengelana Indonesia yang terdampar di Kyrgyzstan hanya gara-gara kehilangan paspor? Senyum mungil di bibir tipis itu seakan mengiyakan.

Malam ini adalah malam penuh siksaan bagi saya. Setiap detik merayap lambat, seperti DVD yang diputar dalam extra slow motion. Kedua anak Moken yang tidur berjajar mendengkur bersahut-sahutan. Saya mendengar jelas setiap dengkur, setiap hembusan nafas, bahkan tiap detak jarum arloji merayap. Ingin saya membangunkan matahari dari tidurnya, supaya hari yang baru cepat-cepat dimulai, dan saya bisa kembali ke kota mencari-cari paspor yang tercecer. Tetapi malam ini hanya diisi lolong anjing dan nyanyian kambing peliharaan Moken. Juga isak tangis tanpa air mata yang tak bisa saya tahan lagi menggelegak begitu saja.

Apakah ini akhir perjalanan ini, terdampar di pinggiran kota Bishkek hanya gara-gara buku hijau kecil yang sekarang entah di mana rimbanya? Apakah ini awal kehidupan baru saya, menjadi penduduk ilegal di Kyrgyzstan dan punya ata* bernama Moken dan apa* bernama Ergetse?

Ata = ayah (bahasa Kirghiz)
Apa = ibu (bahasa Kirghiz)

 

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com