Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (13): Danau Suci

Kompas.com - 20/08/2008, 05:47 WIB

           “Awas nanti kalau ketangkap, pasti akan saya denda seberat-beratnya!” ujarnya gemas.

Selain kantor polisi, kampung penuh dengan toko dan rumah makan. Yang berdagang barang keagamaan adalah etnis Tibet. Orang China membuka restoran dan hotel. Yang datang ke sini kebanyakan para peziarah Tibet, turis lokal dan sedikit orang asing. Para peziarah Tibet datang dengan truk. Mereka yang benar-benar mengabdikan diri, datang dengan jalan kaki dari kampung mereka yang mungkin sampai ribuan kilometer jauhnya. Yang lebih hebat lagi, berjalan dengan merayap dan bersembah sepanjang jalan.

Sekarang Yan Fang, si gadis China itu, sudah berangkat mengayuh sepeda gunungnya melanjutkan perjalanan ke kota Lhasa yang seribuan kilometer jauhnya. Ia sungguh perempuan tangguh. Sedangkan saya, diajak serombongan turis dari Shanghai ke arah Danau Suci Manasarovar. Mereka datang jauh-jauh dari Lhasa dengan menyewa jip. Karena sudah bayar di muka, tak ada salahnya juga membawa saya turut serta.

Danau Manasarovar berwarna biru kelam, memantulkan tangkupan langit yang biru dengan awan berserakan. Airnya jernih, dingin, dan segar. Mandi dan berenang di sini sangat berbahaya. Tetapi orang Hindu yang datang dari India menjalankan ibadah ziarah dengan membasuh diri dalam danau.

Danau ini dalamnya sampai 90 meter, dan kelilingnya 90 kilometer. Airnya berasal dari Kailash, dan menghidupi banyak sungai suci dalam peradaban India. Sebut saja Sutlej, Brahmaputra, Indus, dan Gangga. Di tepi danau, di lereng bukit curam, berdiri Chiu Gompa, kuil Budha yang seperti diukir dari gunung batu itu. Barisan batu mani bertahta mantra menghadap ke arah danau dan Gunung Dewa. Biksu-biksu muda sibuk menghias dinding kuil kecil itu dengan gambar dan ukiran.

Seperti halnya Kailash, ibadah di Manasarovar juga dengan cara mengitarinya. Juga tidak mudah, sekali putaran butuh waktu sampai empat hari, harus berbasah-basah menyeberang jeram sungai yang deras. Orang Hindu India tak segan-segan mencelupkan diri dalam airnya yang basah, untuk pencucian dosa. Sulit membayangkan orang Budha Tibet yang mengitarinya sampai 13 kali. Turis biasanya mengitari danau ini cukup dengan duduk di dalam jip yang nyaman.

Di kejauhan nampak Kailash, dengan wajahnya yang tergurat garis lurus. Tak semua orang beruntung merasakan perjuangan perjalanan ini. Bahkan dengan kedua kaki yang masih belum bisa berdiri tegak, saya hanyut dalam kebahagiaan jiwa.

 
(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com