Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (13): Danau Suci

Kompas.com - 20/08/2008, 05:47 WIB

Jam sudah menunjukkan pukul 19:30, dan saya masih harus mencapai Darchen sebelum gelap. Musim panas di Tibet sangat panjang. Matahari baru tenggelam pukul 10 malam, tetapi ini juga karena seluruh negeri China yang sebesar ini hanya punya satu zona waktu - waktu standar Beizing. Pukul 10 di Beizing seharusnya masih pukul delapan atau sembilan waktu informal Tibet.

Walaupun begitu, saya tetap tak boleh membuang waktu, karena saya tak mungkin meraba-raba jalan di tepi jurang ini waktu malam.  Kalau tadi saya hanya menyeret kaki kiri, sekarang kaki kanan saya pun nyaris lumpuh. Dua-duanya harus diseret dengan tangan.

Maju, maju, dan terus maju. Hanya itu di benak saya. Seorang pria Tibet menyalip saya. Dia berjalan seperti terbang, tanpa henti.

          “Darchen masih jauh, delapan kilometer lagi!”

Ketika langit mulai gelap, lolong anjing bersahut-sahutan, di kejauhan saya melihat sinar kerlap-kerlip. “Darchen!” saya menjerit. Ketika kedua lutut sudah terbujur kaku, ketika tangan pun lelah memaksa kaki untuk terus melangkah, ketika tenggorokan kering tak diisi setetes air pun, hati saya bersorak.

Betapa indahnya tujuan yang berkerlap-kelip di kejauhan sana. Betapa indahnya perkampungan itu setelah perjalanan panjang, mulai dari keindahan padang rumput, kebahagiaan melihat lukisan alam, hingga pendakian panjang yang menguras nafas, sampai tercebur dalam sungai deras. Betapa indahnya terang cahaya itu, dalam kegelapan malam, setelah perjalanan pencucian diri yang penuh derita.

Saya tergolek lemah di atas kasur keras.

           “Kamu sungguh beruntung,” kata Xiao Wang pemilik warung di Darchen setelah mendengar kisah saya.
          
          “Kamu tidak sampai masuk angin setelah tercebur sungai dingin itu. Kamu mesti ingat, jangan sampai masuk angin di tempat tinggi seperti ini. Kalau di bawah sana (dataran rendah) masuk angin cuma sakit biasa, di sini akibatnya bisa jadi kematian!” Xiao Wang bercerita tentang mahasiswa China yang berenang di Danau Suci, kemudian masuk angin, dan langsung mati hari itu juga.

          “Di sini, masuk angin langsung jadi radang paru-paru!” terang Xiao lagi.

Yan Fang, yang berjalan jauh di depan saya, ternyata hanya mendahului saya sepuluh menit. Pasangan Korea Kim dan Seum malah belum sampai, mungkin mereka menginap di Kuil Zutulpuk. Ibu Polisi masih mencari mereka berdua.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com