Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (32): Thamel

Kompas.com - 16/09/2008, 06:58 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Saya datang ke Nepal dirundung kegalauan. Kamera saya, tumpuan harapan saya satu-satunya untuk mengabadikan perjalanan ini, rusak. Masih bisa memotret, tetapi tidak lagi bekerja sempurna.

Tak biasanya, kali ini saya tak menumpang bus murah dari perbatasan Kodari menuju ibu kota, tetapi nekad membayar taksi yang harganya lebih mahal tiga kali lipat. Hati saya gundah gara-gara kamera rusak. Tujuan saya hanya ingin cepat-cepat sampai di Kathmandu.

Pemandangan sejak dari Tibet berubah drastis. Klakson bus bertalu-talu, bagaikan nada yang mengisi aliran lalu lintas di jalanan sempit berkelok-kelok, di tepi bukit hijau dan hamparan sawah. Pemandangan di sini sungguh mirip di Jawa, sawah, bukit, rumput, pohon, semuanya hijau. Jalan yang sempit dan bolong-bolong, gubuk di pinggir jalan, dan semrawutnya lalu lintas, benar-benar mirip.

Tetapi yang membedakan, di sini banyak pos pemeriksaan polisi. Keamanan Nepal terus memburuk sejak gerilyawan Maois semakin menunjukkan pengaruhnya. Setiap mobil yang melintas harus berhenti, para penumpangnya menunjukkan dokumen, dan berjalan kaki melintasi pos. Orang asing boleh tetap tinggal di mobil, karena yang diincar polisi adalah gerilyawan Maois yang menyelundup.

Begitu sampai di Kathmandu, saya langsung menuju Thamel, pusat berkumpulnya backpacker, setara dengan Jalan Jaksa di Jakarta atau Khaosan di Bangkok. Setelah datang dari Tibet, rasanya seperti surga di sini. Gemerlap lampu neon, pemilik hotel yang ramah, makanan yang murah meriah, internet di mana-mana....

           “Kamera kamu bukan buatan China?” tanya Shiva, pemuda penjaga hotel.
           Saya menggeleng. Memangnya ada apa dengan barang buatan China?
           “Orang Nepal punya gurauan, barang made in China dalam lima belas hari menjadi cahina.”

Cahina artinya ‘tidak’ atau ‘tidak ada’, sama dengan nehi dalam bahasa India, sering muncul dalam percakapan. Maksudnya, karena kualitas yang buruk, setelah dipakai lima belas hari saja barang buatan China sudah boleh dibuang. Semula saya heran, mengapa orang Nepal suka sekali menyebut nama China dalam percakapan, hampir di setiap kalimat. Ternyata yang dimaksud adalah cahina.

Mungkin yang dikatakannya memang benar, saya tak perlu banyak menaruh harapan pada kamera yang rusak. Keesokan harinya, saya putar-putar kota Kathmandu, dari Thamel sampai ke New Road yang modern, mencari tempat reparasi kamera resmi. Hasilnya nihil.

Dalam perjalanan, saya memang harus belajar menerima keadaan apa pun. Sekarang saya mesti belajar memotret dengan kamera rusak, sampai nanti bisa mencapai New Delhi untuk reparasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com