Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (32): Thamel

Kompas.com - 16/09/2008, 06:58 WIB

Kembali ke Thamel, saya seperti membalik lagi sejarah perjalanan saya. Salah satu sumber inspirasi saya menjadi backpacker adalah ketika menginap pertama kali di Khaosan Road di Bangkok.. Suasana internasional di jalan yang ramai di mana segala macam turis dari semua negara tumpah ruah jadi satu memang bukan pemandangan biasa buat saya yang berasal dari kota kecil di pedalaman Jawa.

Saya menginap di losmen murah, bertemu dengan kawan Jepang saya yang keliling Asia Tenggara sendirian. Dia tak ada apa-apanya dibandingkan tamu pemondokan yang lain, seorang pria Australia yang sudah tiga tahun tinggal di Thailand, keliling negara-negara Indochina, enjoy the life.

Empat tahun sudah sejak saat itu, ketika saya berhasil mewujudkan mimpi saya untuk menjadi backpacker sungguhan, saya memandang tempat-tempat macam ini dari sudut pandang yang berbeda. Backpacker ghetto, surga para turis sandal jepit, bukan lagi tempat yang saya cari dalam perjalanan. Banyak turis, banyak uang, banyak pula kepalsuan. Turis-turis mencari nikmat, penduduk mencari nafkah.

Anda tidak akan pernah melewatkan satu menit pun berjalan di Thamel tanpa ada orang yang menawarkan jasa pijat, sauna, biro travel, sewa mobil, cuci baju, internet, hotel murah, visa India, tiket pesawat terbang, bus, sampai kereta api (padahal tidak ada kereta api sama sekali di Nepal), restoran, warung, barang suvenir, buku bekas, tukar uang, alat musik, reparasi tas ransel, tenda, tongkat trekking, dan seterusnya. Berjalan seratus meter saja saya sudah mengoleksi sepuluh kartu nama penginapan, dari losmen yang puluhan Rupee sampai hotel mewah puluhan ribu Rupee.. Belum lagi orang-orang yang memelas, menggeret saya untuk melihat lukisan Tibet di tokonya.

Ketika saya baru datang, saya selalu ramah menjawab setiap undangan. Lama-lama, cukup dengan senyuman dengan kata “Tidak, terima kasih”.. Tetapi tampaknya tidak bekerja juga, karena para penjaja jasa ini tak kenal putus asa. Akhirnya, setelah tiga hari pengalaman tinggal di Thamel, saya jadi seperti manusia tembok yang mati rasa bila disapa orang tak dikenal.

Sebenarnya para calo yang mencari nafkah dengan menggaet turis tidak selalu menyebalkan. Mereka tidak memaksa ataupun agresif. Kegemaran mereka adalah menebak-nebak negara asal para turis. Kalau disurvei, sebagian besar orang mengira saya orang Jepang, atau Korea, atau China. Terkadang ada pula yang menebak saya berasal dari Thailand, Singapura, Malaysia, atau Filipina, tetapi tak pernah Indonesia. Backpacker Indonesia yang sampai ke sini memang tak banyak. Yang aneh, dengan sedikit mengucap bahasa Urdu, para penjaja ini mengira saya orang Pakistan, Sikkim, Bhutan, India, atau bahkan Nepal. Nampaknya, kalau saya berlatih lebih giat lagi, mungkin bisa menyamar jadi orang Nepal sungguhan.

Dari hobi tebak-tebakan negara asal turis, bisa diduga Thamel punya koleksi turis yang lengkap dari segala penjuru bumi. Nepal, terlepas dari ancaman gerilyawan Maois, tetap menjadi primadona pariwisata dengan alam yang indah dan harga yang serba murah. Dari turis kelas sandal jepit sampai grup turis mewah dalam bus besar ber-AC yang ke mana-mana selalu digiring pemandu wisata. Orang kulit putih banyak sekali. Dari Asia, yang terbanyak adalah Jepang, Korea, dan China. Huruf-huruf Kanji terlihat di mana-mana. Sejak Nepal memberlakukan visa gratis untuk orang China, para pesepeda dan turis ransel dari China pun membanjir, kebanyakan masih umur mahasiswa. Tetapi, Thamel pun berhasil menarik pendatang dari bumi Afrika, terutama Nigeria dan Kamerun, yang umumnya datang untuk bekerja, belanja, atau memperpanjang visa India.

Backpacker ghetto, adalah campur aduk antara kenyamanan dan materialisme. Thamel, seperti Khaosan Road, melemparkan saya kembali ke ruang nyaman saya. Dari kegembiraan dan kenyamanan inilah saya berusaha mengumpulkan kembali semangat perjalanan yang sempat runtuh.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com