Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (65): Visa India yang Gagal

Kompas.com - 31/10/2008, 08:52 WIB

Tiga minggu setelah itu, setelah datang dari Annapurna dan mengikuti perayaan Dasain di Kathmandu, saya  kembali lagi ke Kedutaan India. Antrean panjang yang sama, formulir yang sama, gerbang pemindai besi yang sama, dan barisan loket kotor yang masih tak berubah.

           “Manusia sudah gila,” kata seorang wanita tua dari Eropa, “bumi ini ciptaan Tuhan. Seenaknya saja mereka membuat garis-garis di atas bumi, lalu bilang ‘ini wilayahku, ini wilayahmu’.. Mereka menentukan semau mereka, siapa yang boleh masuk ke sini siapa yang tidak. Bumi ini ciptaan Tuhan. Semua manusia sudah gila. Crazy. Stupid.”

Si nenek sejak tadi bicaranya ngelantur ke mana-mana. Dia sudah tinggal di India berbulan-bulan, mengikuti acara kebatinan, dan bicara dengan kata-kata yang hanya dimengerti dewa. Dia adalah tipe turis Eropa yang menemukan ‘pencerahan’ dan sekarang sudah di awang-awang seperti para pertapa bule yang tinggal di Freak Street itu. Sambil menyebut kata crazy, telunjuknya di putar-putar di pelipis kanan.

Saya menyesal menanggapi si nenek dengan menyebut contoh kasus India dan Pakistan. Omongan si nenek semakin melantur ke mana-mana tentang kegilaan dan kebodohan umat manusia. Walaupun sebenarnya ocehannya ada benarnya, tetapi lelah juga mendengarkan kata-kata yang sama terus beratus-ratus kali.

Akhirnya saya sampai di depan loket visa. Saya menyodorkan secarik tanda terima yang saya terima tiga minggu lalu.

Petugas visa bukan bapak tua yang botak dan pendek itu. Sekarang adalah seorang pria ceking berkumis tebal. Raut mukanya yang tadi ramah, tersenyum sambil menunduk-nunduk ke arah turis bule, begitu melihat paspor Indonesia dan tanda terima saya langsung berubah drastis.

           “Namaste, Sir,” saya mengucap salam.
           Tidak dijawab. Ia masih mengamati secarik tanda terima yang sudah lusuh.
           “Mengapa kamu baru datang sekarang? Kamu terlambat lama sekali!” bentaknya kemudian.

Saya kaget. Saya menjelaskan bahwa saya baru datang dari trekking. Belum selesai saya bicara, langsung dipotong.

          “Tidak ada alasan! Itu artinya kamu tidak perhatian sama sekali sama visamu!” dia mendengus kesal.

Kemudian dia mengorek-ngorek tumpukan lembaran kertas print. Mungkin karena saya datang terlambat, berkas saya sudah tenggelam oleh ribuan berkas pelamar visa lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com