Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (170): Mehndi

Kompas.com - 31/03/2009, 05:18 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Berakhir sudah hari-hari saya di Kashmir. Hari ini seorang kawan sukarelawan, Syed Ijaz Gillani, menjanjikan akan membawa saya ke sebuah pesta pernikahan di Islamabad.

          “Pesta ini pasti akan menarik buat kamu,” katanya, “besok kamu siap jam 8 pagi ya, kita berangkat ke Islamabad sama-sama.” Saya menunggu di Muzaffarabad sedangkan Ijaz akan datang dari dusun Noraseri.

Saya punya banyak kawan di Muzaffarabad yang ingin mengucapkan selamat jalan. Ali, pemuda Kashmir berumur 16 tahun misalnya, sudah berniat mengantar saya dengan sepeda motornya untuk menyantap sarapan pagi. Saya menolak, karena Ijaz akan datang jam 8 pagi. “Ah, pasti terlambat,” katanya, “aku orang Pakistan dan aku tahu bagaimana kebiasaan orang Pakistan. Ayolah, pergi sama-sama.”

Saya tetap memilih menunggu di rumah kontrakan di Muzaffarabad. Tapi Ali memang benar, Ijaz baru datang jam 1 siang. Itu pun dengan melenggang santai tanpa beban. Jam karet sudah bagian dari darah dan daging.

Kami baru tiba di Islamabad pukul 8:15, padahal kata Ijaz acara pernikahan dimulai pukul 8. Tetapi dia santai sekali, sama sekali tidak takut terlambat. Kami masih sempat kembali ke rumahnya, ganti baju, dan mengumpulkan seisi rumahnya untuk berangkat bersama. Yang perempuan diangkut di satu mobil, yang laki-laki di mobil lainnya.

Seorang pemuda kerabat Ijaz duduk di samping saya, memberikan penjelasan tentang kultur pemisahan laki-laki dan perempuan di Pakistan. “Di kampus saya ada banyak mahasiswa dari Indonesia, banyak juga yang suami istri, mereka belajar hukum Islam. Karena di kampus kami mahasiswa tidak bercampur dengan mahasiswi, sering kali suami baru bertemu istrinya waktu jam makan siang di Super Market.” Pakistan adalah tempat di mana pemisahan laki-laki dan perempuan begitu kentara. Ada taman khusus perempuan, tempat parkir mobil khusus perempuan, sampai bank perempuan. Tetapi itu bukan berarti peempuan tidak punya hak dan kebebasan - di Pakistan perempuan bahkan bisa jadi pilot.

Kami sampai di rumah pengantin pria setelah pukul 10, padahal undangannya jam 8. Tetapi acara baru dimulai pukul 11 malam. Benar kata Ijaz, kita tak perlu terburu-buru, karena di sini Pakistan.

Gemerlap lampu neon menghiasi gedung rumah besar itu. Pengantin pasti bukan dari kalangan orang sembarangan. Tulisan bahasa Inggris Welcome dan huruf Urdu ‘Shadi Mubarak’ – Selamat Menikah, berkelap-kelip. Di tanah lapang di sebelah rumah sudah  bersiap kelompok band musik kawinan yang menyanyikan lagu-lagu India dengan hingar bingar. Musik Bollywood sangat digemari di Pakistan, tetapi musik Pakistan tidak laku di India.

Acara tamasha, pesta, dimulai. Bocah-bocah menari semrawut, walaupun penuh semangat, ketika penyanyi yang suaranya sedikit sumbang mendendangkan lagu romantis Kyon Ki (Karena) dan lagu terpopuler Aashiq Banaya (Kau Jadi Kekasih). Lagu demi lagu terus mengalir, menggiring malam sampai pada puncaknya. Bocah-bocah yang menari mendapat sematan uang kertas dari tamu dewasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com