Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geger Flu Burung

Kompas.com - 18/09/2009, 07:50 WIB

Sampai di rumah sakit khusus penyakit tropikal itu saya diinterogasi lagi. Entah berapa dokter yang sudah menemui saya, juga berapa liter darah yang ke luar. Setiap kali saya menggigil darah saya diambil untuk dianalisa. Seorang dokter wanita mengajukan pertanyaan yang mengejutkan: apakah selama di Indonesia saya berhubungan dengan unggas?

“Iya, benar. Di rumah orang tua saya, pegawai orang tua memberikan sepasang  ayam untuk anak saya bermain. Tapi, saya tidak pernah bersentuhan dengan ayam-ayam itu,” terang saya.

Mendengar keterangan saya Si Ibu Dokter bergegas pergi tanpa komentar. Tak lama kemudian, alamak!, beberapa dokter dan petugas rumah sakit datang dengan pakaian bagaikan astronot! Dari mulai ujung kepala hingga ujung kaki semuanya terbungkus. Oh oh...langsung saya bisa tebak kenapa hal ini sampai terjadi. Pastilah gara-gara cerita si ayam tadi.

Flu burung

Saya akan dikarantina. Saya panik total! Untungnya suami saya datang dan mencoba menenangkan para dokter. Mereka bersikeras saya harus dikarantina. Mereka khawatir saya terinfeksi flu burung yang menular. Bahkan anak-anak saya diminta datang ke rumah sakit untuk dianalisa. Suami saya yang juga ikut pulang ke Indonesia mencoba menerangkan bila ayam yang dipelihara orang tua saya itu sama sekali tidak ada tanda-tanda penyakit menakutkan tersebut.

Untung seorang dokter mau di ajak berkompromi. Akhirnya mereka setuju, sebelum saya dibawa keruang karantina, suami saya di diminta terlebih dahulu untuk menghubungi orang tua saya, menanyakan kabar si ayam dan kondisi kesehatan keluarga saya di Indonesia.

Di telepon, Kang Dadang tentu saja berbahasa Indonesia dengan mertuanya. Para dokter yang mendengar hanya bisa bengong tidak mengerti. Tiba-tiba suami saya tertawa terbahak-bahak. Di ujung telepon Ibu saya bercerita bahwa nasib sepasang ayam itu sudah berakhir di atas meja makan. Kedua orang tua saya sehat-sehat saja usai menyantap ayam itu.

Mempertimbangkan bahwa orang tua saya dalam kondisi sehat akhirnya saya tidak jadi dikarantina. Tapi, anak-anak dan suami saya tetap diminta untuk menjalani pemeriksaan. Alhamdulillah mereka sehat wal-afiat.

Setelah empat hari dirawat diketahui kalau saya terkena Thypoide, penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonelles. Penyakit ini biasanya menular dari kotoran atau orang yang terinfeksi. Saya menduga sumber penularan adalah tempat di mana saya jajan waktu di Indonesia. Mungkin, si penjaja makanan mengidap penyakit ini atau tak membersihkan tangannya saat memasak, entahlah.

Kesimpulan yang keluar adalah saya jajan sembarangan tanpa mempedulikan kebersihan. Bapak saya yang juga dokter sempat heran, kenapa lama sekali dokter Perancis baru bisa menemukan jenis penyakit yang diidap anaknya. Maklumlah kata saya, mereka tidak biasa dengan penyakit tropis.

Walaupun sudah ketahuan jenis penyakitnya, ternyata saya tetap di kurung. Saya dilarang keluar dari kamar, para dokter, petugas rumah sakit hingga orang yang datang membesuk harus menggunakan sarung tangan, masker dan baju penutup dari plastik. Kontak secara langsung dilarang. Sebelum keluar dari ruangan semua alat pelindung itu harus dibuang ke tempat sampah dan wajib mencuci tangan dengan zat khusus. Anak-anak saya dilarang keras menengok ibunya. Saya merana sekali tak bisa melihat mereka. Setiap hari darah saya diambil untuk dianalisa.

Lucunya, menu sehari-hari saya bukanlah makanan lunak layaknya menu orang sakit di Indonesia. Selama saya dirawat menu rumah sakit adalah steak atau daging-dagingan. Diam-diam suami saya membawakan istri tersayangnya bubur ayam dan nasi tim. Sementara makanan rumah sakit, Kang Dadanglah yang menghabiskannya agar tak terjadi kecurigaan....

Sepuluh hari saya dikurung di dalam kamar rumah sakit. Di hari kesebelas saya diperbolehkan keluar kamar. Hari keduabelas saya diizinkan pulang setelah semua hasil analisa menyatakan saya sembuh total. Nasihat yang dilontarkan dari teman-teman Perancis saya adalah, hati-hati, kamu sudah tidak kebal lagi dengan kekotoran di negaramu. Halah, tega nian ya???

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com