Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepuluh Tahun Lalu...

Kompas.com - 07/01/2010, 17:05 WIB

“Walah, udah kayak lagi antre tiket kereta mudik aja ya? Panjang bener,” canda saya menghibur diri. Udara dingin mengigit kuping.

“Ah, ternyata masih aja birokasi Perancis kaya gini. Payah deh!” keluh Kang Dadang.

Untung kami tak membawa Adam. Dia masih bayi merah saat itu. Di pagi yang dingin itu keberuntungan sedang tidak berpihak pada kami.

“Seratus karcis sudah habis dibagikan. Para pemohon yang tak mendapatkan karcis silakan meninggalkan tempat,” teriak petugas pembagi karcis.

Antrean masih panjang tapi karcis sudah habis! Ternyata per hari hanya 100 karcis yang dibagikan. Tanpa karcis itu kami tak bisa mendapatkan formulir permohonan izin tinggal. Duh, hanya formulir saja sulitnya minta ampun.

Kang Dadang kecewa berat. Ia terus mengomel sepanjang perjalanan pulang. Saya pasrah, mau bilang apa? Saya tegaskan dalam hati, bukan saatnya mengeluh.

Keesokan harinya, Kang Dadang pergi pukul 06.00. Saya masih tinggal di rumah karena harus menyusui Adam dan mengurus aneka keperluan bayi. Walaupun ada ibu mertua yang dengan senang hati membantu mengurus cucu satu-satunya itu, tetap saja saya merasa lebih tenang jika meninggalkan buah hati dalam keadaan kenyang dan bersih.

Alhamdulillah, Kang Dadang berhasil mendapat karcis. Berhubung masih ada waktu sebelum pintu prefecture dibuka, ia memutuskan pulang untuk menjemput saya. Ia khawatir istrinya yang tak bisa berbahasa Perancis nyasar naik bis menuju kantor prefecture.

Kami menunggu lima jam di sana demi sebuah formulir. Lima jam yang sangat menyiksa. Kami tidak bisa meninggalkan tempat karena takut nomor kami terpanggil. Setiap pemohon tak bisa ditentukan cepat lambatnya berdiskusi dengan petugas.

Saat tiba giliran kami, si petugas mengajukan barbagai pertanyaan. Kang Dadang dan si petugas tampak hangat berdiskusi. Dan, saya tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Saya hanya diam. Pasrah. Tersiksa sekali menjadi cacat wicara hanya karena tak menguasai bahasa setempat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com