Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fujiyama dari Shinkansen

Kompas.com - 03/01/2011, 06:44 WIB

Alhasil, kita harus puas hanya melihat gambar-gambar Fuji yang ditempel di papan dan dinding Fuji Visitor Center, atau lewat proyektor yang terus diputar. Kami juga tak berkesempatan melihat Fuji-Goka, lima serangkai danau terkenal yang mengitari gunung berapi yang terakhir meletus tahun 1707-1708 itu.

Beberapa dari kami bahkan harus berpuas diri berfoto dengan latar belakang dinding bergambar Fuji. Mungkin, untuk bukti atau penanda bahwa kami pernah menginjakkan kaki di tempat ini.

Suasana Fuji Visitor Center hari itu tak seramai biasanya. Pengunjung bisa dihitung dengan jari, barangkali karena cuaca. Menurut informasi di Fuji Visitor Center, waktu terbaik melihat Fuji adalah selama musim dingin saat langit cerah dan udara tak terlalu lembab. Namun, Fuji yang berada di dua perfecture, Shizuoka dan Yamanashi sendiri, hanya terbuka untuk pendakian publik selama musim panas.

Fujiyama menjadi salah satu daya tarik dan tujuan utama wisata Jepang, dengan jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi tempat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Sepertiga pendaki Fuji juga orang asing.

Padahal, ratusan tahun lalu gunung yang dianggap sakral ini boleh dikata daerah terlarang bagi orang asing, selain juga buat perempuan.

Dokumentasi tertulis di salah satu dinding Fuji Visitor Center menyebutkan, warga asing pertama yang menginjakkan kaki di tempat ini adalah Duta Besar Inggris untuk Jepang yang pertama, Sir Rutherford Alcock, yakni pada akhir zaman Edo tahun 1860. Pendakian Alcock membawa misi besar negaranya terkait Perjanjian Persahabatan dan Komersial (Friendship and Commercial Treaty) Jepang-Inggris. Selain itu, juga untuk melihat sendiri apakah warga Jepang yang tinggal jauh dari hiruk-pikuk ibu kota Tokyo (waktu itu masih bernama Edo) masih memiliki rasa permusuhan terhadap warga asing.

Namun, peristiwa bersejarah itu rupanya memicu kemarahan bangsa Jepang yang menganggapnya sebagai bentuk penistaan terhadap Fuji yang selama ini mereka agung-agungkan. Media massa lokal tak mau ketinggalan, juga menurunkan laporan yang menggambarkan kemurkaan dewa penguasa Fuji karena invasi warga asing di tempat itu dan liputan mengenai orang-orang asing yang hilang saat mencoba menaklukkan gunung keramat tersebut.

Dewasa ini Fuji tak lagi tabu bagi orang asing. Lewat berbagai promosi gencar, tempat ini seakan memanggil semua pelancong dari berbagai penjuru dunia untuk menyambanginya, tentu saja tak lupa juga untuk mengucurkan devisa yang ikut memakmurkan masyarakat daerah itu.

Hamparan karpet alam

Sampai kami menaiki kembali bus dan bus meluncur turun kembali ke kota—kali ini ke arah Takeyama—kabut tak mau pergi juga dan gerimis seakan juga tak mau berhenti. Namun, kekecewaan kami agak terobati oleh panorama alam yang melingkupi punggung Fujiyama.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com