Rumah-rumah dibangun dari kayu-kayu besar dengan pembagian ruangan yang jelas, seperti kamar depan, kamar belakang, dapur, kamar belajar, dan tempat penyimpanan bahan pangan (seperti lumbung). Kamar mandi dan toilet terpisah di sudut halaman.
Dari luar, bangunan kamar mandi tampak sangat tradisional, tetapi di dalamnya adalah sebuah kamar mandi modern berlantai ubin dan berdinding ubin, dengan pancuran air panas dan dingin siap dipakai.
Desa Seonbichon memiliki tujuh rumah beratap genteng dan lima rumah beratap rumbia yang menunjukkan kelas sosial penghuninya. Rumah rumbia dihuni petani, sedangkan rumah beratap genteng dihuni warga dengan kelas sosial lebih tinggi. Ada pula bangunan sekolah dan fasilitas desa lainnya, seperti kincir air.
Tiap rumah memiliki filosofinya masing-masing, seperti susinjega yang mengacu pada pembelajaran moral cendekiawan Korea yang terkenal disiplin pada diri sendiri, geomuguan yang berarti meninggalkan kenyamanan dan kemakmuran hidup, dan udobulibin yang berarti falsafah hidup akan kesetiaan dan hidup baik meskipun dalam kemiskinan.
Desa wisata ini juga sering digunakan sebagai lokasi pengambilan gambar untuk film-film Korea, terutama untuk film berlatar sejarah.
Ritual perkawinan
Kami dijamu makan malam ala Korea, tentu dengan mangkuk-mangkuk kecil yang memenuhi meja dan kimchi, sayuran yang diperam dalam gentong dengan berbagai bumbu tambahan. Setelah makan malam, kami diajak membakar ubi manis, bermain semacam sepak takraw tapi dengan bola dari kertas, dan berkeliling kampung membawa lentera biru.
Esoknya, selepas sarapan bubur, kami mengikuti ritual perkawinan adat Korea yang cukup ribet namun meriah. Enam anggota rombongan menjadi sukarelawan memerankan pengantin laki-laki, pengantin perempuan, dan dayang-dayangnya. Gelak tawa terus memenuhi ruangan saat perkawinan rekaan itu berlangsung karena kelucuan para pemerannya.
Setelah itu, kami mengikuti acara memasak kue tradisional Korea, in jeol mi, yang terbuat dari nasi. Nasi dipukul-pukul dengan palu besar dari kayu. Semua anggota rombongan diminta memukul. Setelah lembut, nasi digulung, dipotong-potong, dan dibaluri tepung. Rasanya seperti kue moci, hanya tidak manis.
Kami juga diajak mengunjungi Sosu Museum yang lokasinya satu kompleks dengan Desa Seonbichon. Museum ini menyimpan cerita sejarah dan peradaban Korea masa lalu. Juga satu kompleks dengan Sosuseowon, akademi Konfusian swasta pertama di Korea yang melahirkan tokoh-tokoh penting yang juga cikal bakal pendidikan Korea masa kini. Sosuseowon didirikan oleh Ju Sebung (1495-1554).
Seluruh kawasan wisata terpelihara bersih, indah, dan rapi. Tak ada coretan di dinding, bahkan tak terlihat petugas keamanan menjaga benda-benda bersejarah itu. Kebersihan dan kerapian juga terlihat sampai ke toilet umum yang jauh dari bau pesing. Hal yang jarang terjadi di Indonesia.... (Aufrida Wismi Warastri)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.