Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan di Darat Menggusur Pasar Terapung

Kompas.com - 08/05/2011, 19:12 WIB

Oleh: A Handoko dan Defri Werdiono
    Budaya sungai masyarakat Kalimantan Selatan pada masa silam telah melahirkan pasar terapung. Namun, pembangunan di darat perlahan tetapi pasti menggusur peran pasar terapung sebagai pusat pertemuan masyarakat dari berbagai kelas sosial.

    Matahari belum tampak di Sungai Barito, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ketika perahu-perahu bergerak perlahan menuju Alalak. Malam masih menyisakan gelap. Di anak Sungai Barito itu, perahu-perahu saling mendekat, penumpangnya saling menyapa. Pembicaraan hangat antarpenumpang menandai dimulainya aktivitas pasar terapung, pasar yang terbentuk secara simbolis dari interaksi masyarakat dari perahu masing-masing.

   Di Alalak, ada beragam jenis perahu yang dipakai. Ada perahu tradisional kecil menggunakan dayung dengan penerangan lampu minyak, ada pula perahu bermesin dengan penerangan bohlam. Perahu-perahu kecil lain yang hilir mudik di Alalak menciptakan gelombang kecil yang mengayun-ayun perahu-perahu yang sedang digunakan untuk bertransaksi.

    Komoditas yang diperjualbelikan di pasar terapung umumnya adalah hasil bumi, mulai dari pisang, jeruk siam banjar, sampai berbagai jenis sayuran. Selain jual-beli menggunakan uang, ada juga pembeli dan penjual yang bertransaksi dengan cara barter.

    Salah seorang pedagang pasar terapung, Ummah (50), mengatakan, sebagian besar barang yang dijual di pasar terapung berasal dari daerah penghasil di sekitar hulu sungai. ”Hasil bumi itu juga dikirim ke Banjarmasin dengan perahu,” ujar Ummah yang sudah belasan tahun berjualan di pasar terapung Alalak.

    Dibandingkan dengan 20 tahun lalu, menurut Ummah, ada perbedaan karakter pembeli. ”Dahulu pembeli di pasar terapung kebanyakan untuk keperluan dapur. Sekarang justru orang seperti itu makin sedikit, lebih banyak pedagang yang akan mengecerkan di perumahan atau berdagang lagi di pasar-pasar di darat,” katanya.

    Galuh (48), pembeli di pasar terapung yang hendak menjual barang-barang di darat, mengatakan, harga barang di pasar terapung lebih murah. ”Buah nangka muda selisih harganya bisa sampai Rp 1.000 per buah dibandingkan harga di darat. Jadi, saya lebih untung,” ujarnya. Transaksi di Alalak berakhir sekitar pukul 08.00, saat sinar matahari mulai menyengat.

    Pasar terapung Alalak adalah pergeseran tempat transaksi yang semula muncul di Muara Kuin, Sungai Barito, tahun 1950. Aktivitas pasar terapung di Muara Kuin terganggu oleh hilir mudik kapal-kapal besar yang menciptakan gelombang agak tinggi. Gelombang ini menyebabkan transaksi di pasar terapung sulit karena perahu terombang-ambing.

    Di Muara Kuin, transaksi di pasar terapung masih ada, tetapi terbagi dua tempat, yakni untuk komoditas hasil bumi dan hasil laut tangkapan nelayan. Jumlah pedagang di kedua pasar terapung di Muara Kuin itu 85 orang. Di Alalak, jumlah pedagang tak lebih dari 40 orang.

    Jumlah pedagang di Muara Kuin dan Alalak jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 20 tahun lalu. Menurut Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Banjarmasin, jumlah pedagang terus turun sejak 1980. Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Banjarmasin Noor Hasan mengatakan, sebelum 1980 jumlah pedagang di Muara Kuin lebih dari 200 orang, tetapi kini tinggal 85 orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com