Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batu, Sekelumit Kisah Masa Lalu

Kompas.com - 03/06/2011, 20:17 WIB

Sejumlah pengunjung dari luar Batu juga masih menganggap Selecta sebagai tempat wisata yang menarik. ”Ya, tempat ini cocok buat anak-anak. Selecta sudah akrab,” kata Andri Pramono (33), pengunjung dari Yogyakarta yang hari itu datang bersama keluarga besarnya.

Sunariadi mengatakan, sekalipun tidak berada di lokasi yang tertinggi dibandingkan dengan tempat wisata lain di Batu, Selecta tetap dibanjiri setidaknya 10.000 orang setiap Sabtu dan Minggu. ”Kalau hari-hari biasa paling sekitar 200 orang saja,” katanya.

Ajarkan kebinekaan

Djoko menambahkan, sekalipun menjadi salah satu pilihan tempat kunjungan bagi Bung Karno dan Bung Hatta yang kerap kali ditinggali selama beberapa waktu, masyarakat sekitar ternyata beroleh pula faedahnya. ”Bung Karno di sini tidak hanya menginap, tetapi juga berbaur dengan penduduk sekitar. Bung Karno juga sering kali berkunjung ke rumah orang-orang sekitar sini. Tidak pernah membeda-bedakan siapa pun,” kata Djoko.

Djoko yang juga berasal dari Desa Tulungrejo mengatakan, Bung Karno tidak meninggalkan warisan fisik atau karya seni di tempat itu. Namun, contoh perilaku yang mencerminkan penghayatan nilai Bhinneka Tunggal Ika demikian membekas bagi masyarakat sekitar.

”Masyarakat di sini merasa betul-betul mengerti soal karakter bangsa. Kami diajari tentang arti berkebangsaan sehingga kami bisa mengerti betul bagaimana menghargai perbedaan,” kata Djoko. Pengajaran soal keberagaman dalam kebangsaan itu terjadi begitu saja melalui contoh nyata dalam setiap perjumpaan tokoh-tokoh proklamator dengan masyarakat sekitar.

Kamar nomor 47 itu hingga kini masih disewakan dan tidak ada sesuatu pun yang diistimewakan, apalagi dikeramatkan, oleh pengelola. Namun, menurut Djoko, setiap ada hajatan politik di daerah tertentu, selalu ada saja calon anggota legislatif atau calon pemimpin lembaga eksekutif yang menyewa kamar itu, lantas mengurung diri dalam kamar hingga sekitar tiga hari.

Mereka biasanya orang yang memiliki haluan politik sama dengan Bung Karno. ”Mereka dari beberapa daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Kalau orang Jawa bilang, mungkin untuk mencari wangsit,” selorohnya.

Bung Karno dan Bung Hatta tinggal di lokasi peristirahatan itu seputar Agresi Militer Belanda II, Desember 1948. ”Tidak ada yang tahu tinggal selama berapa lama. Beliau datang dan pergi karena masa perang,” kata Djoko.

Sejarawan dari Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, Prof Dr Mestika Zed, menduga Bung Karno kerap tinggal di kawasan itu pada masa setelah tahun 1950 saat kondisi negara relatif lebih aman. ”Soalnya, setelah Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948, Bung Karno, kan, langsung ditawan ke Bangka,” ungkapnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com