Pemangku adat masyarakat Dataran Tinggi Dieng, Mbah Naryono (61) mengatakan, orang tua tidak bisa sembarangan meruwat anaknya yang berambut gimbal karena hal itu harus atas permintaan dari sang anak.
Selain itu, kata dia, permintaan sang anak berambut gimbal sebelum maupun saat hendak diruwat juga harus dituruti oleh orang tuanya.
Menurut dia, ruwatan ini ditujukan untuk memohon keselamatan bagi anak-anak berambut gimbal yang diyakini sebagai anak bajang titipan Ratu Kidul (Ratu Laut Selatan).
"Konon anak berambut gimbal atau gembel yang berjenis kelamin laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka diyakini sebagai titipan anak bajang dari Ratu Samudera Kidul," katanya.
Selain Dataran Tinggi Dieng (lereng Gunung Prahu, red.), kata dia, anak-anak berambut gembel ini juga dapat dijumpai di lereng Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Rogojembangan.
Menurut dia, rambut gembel pada anak-anak ini tidak tumbuh dengan sendirinya karena bisanya diawali dengan sakit lebih dulu.
"Jadi setiap gembelnya akan tumbuh, anak-anak itu lebih dulu sakit. Namun setelah gembelnya tumbuh semua, mereka tidak akan sakit-sakitan lagi," katanya.
Setelah gembelnya tumbuh, kata dia, rambut anak-anak tersebut tidak pernah disisir karena hal itu justru akan membuatnya sakit.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah masyarakat setempat, rambut gembel ini terdiri empat jenis, yakni gembel pari (gembel padi yang memiliki ukuran paling kecil seperti padi), gembel jagung (seperti rambut jagung), gembel jatah (gembelnya hanya beberapa helai), dan gembel wedus atau kambing (gembel yang ukurannya paling besar).
Konon, gembel pari jarang ada yang memilikinya sedangkan jenis gembel lainnya banyak dijumpai di Dataran Tinggi Dieng.