Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Ideal Rusunami Rp 200 Juta

Kompas.com - 13/12/2011, 16:15 WIB

KOMPAS.com — Bagi pengembang, harga rumah susun hak milik atau rusunami yang hanya Rp 144 juta dianggap kurang menarik. Jangan heran apabila pengembang enggan menjalankan program pemerintah untuk menambah jumlah rusunami.

Apalagi harga itu sejak 2007 hingga saat ini belum ada penyesuaian. Sementara harga bahan bangunan tiap tahun cenderung mengalami kenaikan seiring laju inflasi.

"Harga Rp 144 juta rasanya sudah kurang menarik bagi pengembang. Jika dihitung biaya produksi, sudah sangat mepet," kata Mari Okto Sihombing, Ketua DPD REI Banten, ketika dihubungi Warta Kota, akhir pekan lalu.

Sebagai perbandingan, harga semen merek Tiga Roda dengan best 50 kilogram kini dijual Rp 58.500-Rp 59.000 per zak. Sementara pada 2007, harga semen itu berkisar Rp 53.000 per zak.

Harga batu bata juga begitu. Jika semula Rp 220 per buah, kini batu bata dijual Rp 350 per buah. Sementara itu, pasir yang tadinya hanya Rp 800.000 per truk atau setara dengan 7 meter kubik, saat ini harganya naik menjadi Rp 1,1 juta per truk.

"Setiap tahun harga bahan bangunan pasti naik, seperti semen, bisa dua kali lipat naik," kata Teddy dari toko bahan bangunan di Cipondoh.

Dengan fakta seperti itu, kata Mari, harga Rp 144 juta sudah tidak sangat rasional.

Lalu, berapa kira-kira harga ideal rusunami di mata pengembang?

Menurut Mari, paling tidak harga rusunami berada pada level Rp 200 juta per unit. Dengan harga sebesar itu, pengembang menjadi tertarik mengembangkan proyek tersebut.

"Kami mengacu pada laju inflasi. Sejak program rusunami digulirkan pemerintah tahun 2007, harga langsung di-launch sebesar Rp 144 juta. Sementara inflasi dalam empat tahun terakhir sudah sekitar 20 persen. Diharapkan harga rusunami juga naik, minimal sama dengan laju inflasi tadi," kata Mari.

Menahan diri

Mari menambahkan, harga rusunami juga harus disesuaikan per daerah. Kemampuan atau daya beli masyarakat berbeda-beda di setiap daerah. Begitu juga harga material bangunan yang berbeda-beda. Wilayah Tangerang, misalnya, bisa disamakan dengan Ibu Kota.

Terkait permintaan rusunami di wilayah Banten, khususnya Tangerang, kata Mari, cukup bagus. Mengingat secara geografis letak Tangerang berimpitan dengan Jakarta.

"Potensi pasarnya cukup besar. Rusunami di Tangerang biasanya juga dijual bagi warga yang bekerja di Jakarta, bukan semata bagi warga Tangerang," katanya.

Seperti wilayah Kota Tangerang dan Tangerang Selatan adalah bidikan para warga Jakarta yang hendak beralih tempat tinggal.

"Kami sangat tertarik mengembangkan rusunami di Tangerang. Tapi, sepanjang belum ada kejelasan harga. Kami menahan diri dulu," kata Mari.

Kebijakan untuk pengembangan rusunami diperlukan iklim usaha yang kondusif. Menurut Mari, kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus seirama.

"Jika pemerintah pusat meminta daerah memberikan berbagai kemudahan dan insentif, pemerintah daerah harus mendukungnya, jangan mempersulit dunia usaha," ujar Mari.

Soal perizinan, contohnya. Pemerintah pusat meminta daerah memudahkan dan menghapuskan berbagai beban biaya perizinan, tapi di lapangan justru muncul berbagai pungutan. Pemerintah daerah beralasan pungutan itu untuk mengisi kas daerah alias mengejar pendapatan asli daerah (PAD).

"Rekan-rekan REI tetap tertarik membangun rusunami, tapi harus ada perbaikan dulu. Harus ada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah," ujarnya.

Maka, jangan heran kalau jumlah pembangunan tempat tinggal berkonsep vertikal, seperti rumah susun sewa (rusunawa) dan rusunami tertatih-tatih. Seperti untuk rusunawa baru terbangun sekitar 187 twin block, yang diperuntukkan bagi pekerja dan mahasiswa. Masih ada 331 twin block yang harus diselesaikan hingga 2014.

Di wilayah Jabodetabek, plus Batam, Bandung, Cimahi, Surabaya, dan Balikpapan, baru sebanyak 174 tower atau 67.105 unit. Jumlah itu sangat jauh dari harapan.Adapun  untuk rusunami yang telah dibangun di wilayah Jabodetabek, plus Batam, Bandung, Cimahi, Surabaya, dan Balikpapan, baru sebanyak 174 tower atau 67.105 unit.

Jumlah itu pun sangat jauh dari harapan. Jangan heran, sampai saat ini masih banyak warga perkotaan yang belum memilikinya.

Tidak realistis

Awal dari diadakannya rusunami bagi warga perkotaan yang kebetulan bekerja di tengah kota. Tinggal di rusunami agar mereka lebih efisien dari aspek waktu dan biaya sehingga dilahirkan program 1.000 tower itu.

Didi Sunardi, Asisten Deputi Pembiayaan Bidang Fasilitas dan Inovasi Pembiayaan Kemenpera, menyatakan, harga rusunami sebesar Rp 144 juta per unit sudah tidak realistis lagi. Sejak diluncurkan program itu tahun 2007 hingga saat ini, harga tidak pernah naik.

"Harga itu sudah pantas untuk direvisi mengingat adanya inflasi setiap tahun, yang berdampak pada kenaikan harga bahan bangunan," kata Didi.

Sekretaris Daerah Kota Tangerang Harry Mulya Zein menyatakan, Pemerintah Kota Tangerang sangat mendukung program 1.000 tower yang dicanangkan pada tahun 2007.

"Buktinya, di Kota Tangerang ini ada sejumlah proyek rusunami. Kami selalu bekerja sama dengan pemerintah pusat atau swasta jika ingin membangun rusunami," kata Harry.

Maka, Harry tidak sependapat jika Kota Tangerang dianggap menghambat pembangunan rusunami.

"Kami selalu mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Seperti soal rusunami, kami menyediakan lahan untuk proyek di Gebang Raya (Priuk),  atau proyek di Jatiuwung. Kami tidak berorientasi mengejar PAD," ujarnya.

Menurut Harry, sebaiknya harga rusunami itu disesuaikan per daerah karena adanya perbedaan angka standar kebutuhan hidup layak.

"Lebih bagus harga itu disesuaikan tiap daerah. Tidak seragam seperti sekarang, Rp 144 juta," kata Harry.

Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, saat acara workshop bersama Forum Wartawan Perumahan Rakyat, akhir pekan lalu, di Puncak, Jawa Barat, menyatakan, saat ini telah terjadi darurat penamahan. Alasannya, sampai 2011 ada sekitar 8 juta rumah tangga yang tidak menghuni rumah.

Angka itu terus bertambah setiap tahunnya, yakni rata-rata sekitar 800.000 unit rumah yang dibutuhkan. Namun, pihak pengembang hanya mampu memasok paling banyak sekitar 500.000 unit per tahun. (ver)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com