Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ban Bocor Sampai Empat Kali

Kompas.com - 07/03/2012, 17:10 WIB

KOMPAS.com - Menyusuri Garis Wallacea, Sulawesi sebagai pulau keempat terbesar di Indonesia menyimpan potensi alam dan sosio kultural yang luar biasa. Wartawan Warta Kota, Max Agung Pribadi bersepeda menyusuri jalan Trans Sulawesi yang membentang sepanjang 2.130 kilometer dari selatan ke utara, 5-20 Maret 2012. Berikut laporannya.

Awal dari semua ini adalah mimpi. Saat masih kecil, sering saya mengangankan untuk pergi berkelana dengan sepeda yang menggendong bekal penuh di kiri-kanannya. Untuk waktu yang lama impian itu tertidur, namun rupanya terus hidup dalam benak sampai sekarang. Saat melihat sepeda penuh dengan barang bawaan di kanan-kiri depan-belakang, bayangan itu seperti dibangunkan kembali.

Dari sekian banyak jalur bersepeda yang ada di Indonesia, saya tertarik dengan jalur di Sulawesi. Dengan figurnya yang menyerupai huruf K, Pulau Sulawesi langsung menarik perhatian saya. Sebab, pulau itu menyediakan jalur jalan sepanjang 2.200 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan sampai Manado, Sulawesi Utara.

Pulau yang dulu disebut Celebes itu juga dikenal karena keunikan dan keanekaragaman flora fauna yang khas, hasil bentukan alam yang memisahkan lempeng Astro Australia dan lempeng benua Asia.  Sebenarnya nama Celebes diperkenalkan penjelajah Portugal Antonio Calvao pada 1536. Ia menyebut pulau itu Celebes yang artinya tanah makmur di Garis Khatulistiwa. Orang-orang Belanda  menyebut kata Celebes itu berasal dari kata 'cele' (atau sele, senjata tradisional setempat) yang dibuat dari besi.

Ada juga anekdot yang menyebutkan, saat orang Belanda bertanya pada orang Bugis tentang nama pulau dikira bertanya tentang senjatanya. Maka orang Bugis itu menjawab, "Sele besi".

Alfred Russel Wallace, penjelajah Inggris itu menulis, keragaman flora dan fauna endemik Sulawesi itu sangat khas dan tidak dijumpai di pulau lain di Indonesia. Dari penjelajahannya di Nusantara ia menarik garis imajiner yang memisahkan persebaran flora fauna di dua benua, Australia dan Asia.

Garis Wallacea itu menempatkan Sulawesi sebagai batas. Di titik batas itulah titik awal perjalanan bersepeda yang didukung PT Mud King Asia Pasifik Raya dan PT Bajau Escorindo ini saya jalani. Wallace tiba di Sulawesi pada awal September 1856. Tujuh bulan kemudian dia kembali ke bumi Celebes. Saat itu musim panas berkepanjangan melanda. Wallace menyaksikan di bulan September persawahan di sekitar Makassar menguning dan meranggas.

Kontras dengan apa yang dialami Wallace itu, di bulan Maret ini saya justru mengalami kebasahan sudah sejak di langit Makassar. Kendati begitu pesawat Sriwijaya Air yang saya tumpangi mendarat mulus di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Senin (5/3/2012) pagi.

Saya dijemput Devin, Sunarto alias Ocat, dan Yainal Abidin yang sudah lebih dulu tiba di Makassar dengan kapal laut. Ketiga teman itu tak perlu repot-repot membongkar dan merakit sepeda karena tinggal naik ke kapal.

Devin sudah dikenal di kalangan komunitas sepeda soal passion-nya akan perjalanan jarak jauh bersepeda. Urang awak yang masih sorangan alias jomblo itu sehari-hari bekerja sebagai penyelenggara event bersepeda dan juga mengurusi toko sembako bersama adiknya.

Dengan dia, saya sudah dua kali bersepeda jarak jauh yaitu Surabaya-Jakarta dan Jakarta-Palembang. Namun dua perjalanan itu amat berbeda dengan yang kami lakukan sekarang karena dilakukan dengan penuh tim pendukung, sedangkan di Sulawesi ini kami berjalan sendiri tanpa tim pendukung.

Sosok Ocat baru saya kenal dalam perjalanan ini. Dia juga bekerja di tempat yang sama dengan Devin, juga sama-sama anggota komunitas Bikepacker Indonesia. Jam terbang Oket untuk turing terbilang lumayan. Sama seperti pernah dilakukan Devin, ia sendirian menyusuri jalur Trans Sumatera dari Jakarta sampai Aceh. Di lain waktu pria kelahiran Sorong itu mencicipi jalur Banjarmasin-Tarakan dan Jakarta-Bima.

Adapun Bidin baru bergabung dalam perjalanan ini di saat-saat terakhir. Anak Wonogiri yang tinggal di Tangerang adalah yang termuda diantara kami. Mereka datang bersama Dony Sau, anggota Mahitala Unpar yang tinggal di Makassar.

Segera setelah urusan bagasi beres, saya bongkar kardus yang membungkus Tenzing, sepeda kesayangan saya. Untuk membawanya dari Jakarta, sepeda saya preteli lalu dimasukkan kardus. Pada perjalanan panjang, cara ini lebih praktis daripada membawa bike bag atau tas khusus sepeda. Sampai di tujuan sepeda tinggal dirakit ulang dan kardus dibuang. Sampai di tujuan tinggal beli kardus lagi untuk membungkus sepeda.

Hujan deras mengguyur bumi saat kami langsung menyusuri jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Makassar-Barru-Parepare. Jalanan lurus mendatar dengan lebar cukup untuk tiga mobil di satu lajur. Suasana jalan mirip di jalur Pantura Jawa dengan adanya median jalan di tengah dan lalu lalang truk besar.

Jalan ruas Makassar-Barru sepanjang 86 kilometer sedang ditingkatkan dengan pembetonan. Proyek yang dimulai sejak 2009 masih menyisakan pekerjaan di beberapa titik. Pembetonan dan banyaknya jalan putus memakan korban ban sepeda Ocat dan Bidin. Sampai empat kali mereka terpaksa menambal ban yang bocor tertusuk kerikil tajam.

Selepas Maros, dataran luas persawahan menghampar di sebelah kiri-kanan jalan. Di kejauhan sebelah kanan jalan berdiri perbukitan kapur dengan tiang-tiang berbentuk silindris yang puncaknya meruncing atau lonjong. Kabut yang memeluk perbukitan itu menciptakan aura magis. Wallace menggambarkan, struktur geologis bagian tertentu dari Sulawesi ini sangat menarik.

Kawasan sekitar Makassar sampai Maros ini merupakan daerah pegunungan karst yang berliku-liku. Pegunungan kapur berfondasi batu basalt di beberapa tempat terbentuk oleh bukit-bukit dengan lereng yang landai dan curam. Batu kapurnya keras dan kering. Pengikisan batu kapur oleh air hujan terlhat jelas pada potongan-potongan batu kecil dan puncak yang menembus tanah dataran alluvial di pegunungan.

Dari pegunungan ini sampai ke laut terbentang dataran alluvial yang kosong tanpa tanda-tanda adanya akumulasi air tanah di bawahnya. Padahal pemerintah Makassar telah menghabiskan banyak uang untuk mengebor hingga kedalaman 300 meter untuk mendapatkan sumber air. Mereka berharap menemukan sumber air sama seperti sumur artesis di lembah sungai di London dan Paris sebagaimana ditulis Wallace dalam The Malay Archipelago: The land of Orangutan and The Bird of Paradise.

Bentangan karst Maros-Pangkep Sulsel seluas 4.500 hektar ini merupakan karst ketiga terluas di dunia. Hingga kini sekurangnya ada 268 gua yang tercatat pernah ditelusuri di kawasan itu. Tercatat pula 125 jenis dari 400 jenis kupu-kupu yang pernah hidup disitu, masih ada sampai sekarang.

Magnet kawasan karst itu masih sama seperti yang saya rasakan ketika datang ke Maros pertengahan tahun 1993. Saat itu saya ke Maros bersama Ekspedisi Celebes Mahitala Unpar untuk menyusuri gua-gua di daerah Cagar Alam Karaenta. Takjub dan kagum saya tak pernah habis membayangkan pegunungan kapur itu dulunya berada di dasar laut dan terangkat oleh pergerakan lempeng bumi.

Soal teman seperjalanan juga bisa jadi cerita tersendiri. Awalnya sulit saya mencari teman jalan. Sekitar setahun lalu impian menyusuri Trans Sulawesi ini saya gulirkan, nyaris tidak ada respon dari teman-teman di lingkungan saya biasa bersepeda. Impian saya sederhana saja. Apa pun kondisi medannya, Trans Sulawesi yang membentang sekitar 2.200 kilometer dari Makassar ke Manado menjanjikan perjalanan bersepeda yang menantang sekaligus mengasyikkan.

Di tengah kesibukan kerja dan mengurusi keluarga, saya yakinkan perjalanan ini bisa dilaksanakan asalkan ada kemauan. Saya lalu putuskan untuk maju terus, bersama teman atau sendirian. Toh kenyataannya dalam perjalanan seperti ini kita tidak benar-benar sendirian. Jalur panjang melintasi kota, desa, dusun, bertemu dengan banyak orang. Disamping itu bioritmik setiap orang berbeda-beda. Dengan berjalan sendiri, maka kita punya keleluasaan untuk menentukan berbagai hal dalam perjalanan.

Namun dari segi keamanan, bersepeda jarak jauh sendirian tentu lebih rawan. Kalau bersama teman relatif lebih aman karena jika terjadi sesuatu setidaknya bisa saling menolong. Bagi saya, siapa pun yang saya temui di perjalanan itulah teman. Maka, ada-tidaknya teman yang ikut bersepeda jarak jauh tidak lagi jadi masalah besar.

Dalam hal ini saya berterima kasih kepada keluarga besar Mahitala Unpar yang banyak membantu mempersiapkan perjalanan ini. Mereka bahkan ikut urunan mengumpulkan sejumlah dana untuk amunisi saya selama perjalanan. Dukungan besar juga saya dapatkan dari keluarga kecil di rumah.

Sandya Esti merelakan saya pergi dengan penuh pengertian. Mungkin juga ia sudah mengenal karakter suaminya yang ‘sulit dipegang’.  Sedangkan kedua anak saya yang masih kecil, ini yang sulit, saya coba beri pengertian soal pentingnya mempunyai impian dan berusaha keras untuk mewujudkan mimpi itu.

Rasanya ini bagian terberat dalam persiapan karena lagi-lagi saya harus meninggalkan keluarga kecil itu di rumah. Namun begitu ‘izin’ keluar, saya merasakan dorongan luar biasa besar untuk bergerak maju. Mungkin inilah arti yang sering dikatakan orang, dibalik seorang pria sukses selalu ada wanita pendamping yang meneguhkan.

Disambut polisi

Setelah ban kempis empat kali, kami mendapat kejutan lain dari satu regu polisi lalu lintas yang mencegat kami di perbatasan Kabupaten Barru dan Pangkep. Usut punya usut, ternyata mereka diutus Kepala Polres Barru, AKBP Yosef Sriyono Joko Handono. Yosef yang antusias dengan olahraga bersepeda tergerak menyambut kami sekali pun ia tak bisa hadir karena tengah menghadiri serah terima jabatan Kapolda Sulsel di Makassar. "Kami sangat menghargai pelintas bersepeda yang jauh-jauh datang kemari untuk mengenal masyarakat dan budayanya. Selamat datang di Barru," tutur Yosef yang sempat menghubungi saya.

Tim kecil yang dipimpin Kanit Lantas Ipda Yoab R lalu mengantar kami ke penginapan di kota Barru yang tengah membangun. Kota ini baru saja membuka pelabuhan laut dalam. "Dengan keberadaan pelabuhan feri penumpang, barang, dan minyak, kami berharap ekonomi warga akan meningkat dan kota jadi lebih hidup," tutur Yoab.

Di Barru, fasilitas umum relatif terbatas. ATM hanya ada milik bank pemerintah. Lampu penerangan jalan pun minim. Selalu ada kejutan dalam perjalanan. Entah apalagi yang akan menanti kami selanjutnya. (Max Agung Pribadi) 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Jalan Jalan
YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Jalan Jalan
Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Jalan Jalan
Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Travel Update
Pendaki Penyulut 'Flare' di Gunung Andong Terancam Di-'blacklist' Seumur Hidup

Pendaki Penyulut "Flare" di Gunung Andong Terancam Di-"blacklist" Seumur Hidup

Travel Update
10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

Jalan Jalan
Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Travel Tips
Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com