Trans-Mentawai masih berwujud mimpi? Namun, jalan itu diyakini sebagai alternatif pertama untuk memajukan Mentawai. Sebaliknya, tidak dilupakan kekayaan laut Mentawai pun menawarkan kemewahan dan berkah. Keseharian Mentawai adalah kesenangan khas kepulauan.
Mentawai dikenal sebagai ”tanah suci” bagi peselancar dari seluruh dunia sekaligus keesotisan kehidupan penduduk asli Melayu tua di kawasan pedalaman. Nyaris sepanjang tahun, kata Yudas, ada 40 titik berselancar di seluruh wilayah kepulauan itu yang selalu ramai dikunjungi turis asing. Sepanjang 2010, sedikitnya 4.000 turis asing mengunjungi Mentawai. Mereka terutama berasal dari Australia, Amerika Serikat, dan Brasil.
”Pariwisata jadi andalan utama Kepulauan Mentawai,” kata Yudas. Namun, ia memperlihatkan ironi karena penghasilan daerah dari pariwisata nyaris tidak ada.
Mengapa? Karena, tidak ada aturan yang bisa diberlakukan untuk menarik pajak atau retribusi bagi wisatawan itu. Selama ini wisatawan cenderung datang dengan kapal sewaan, lalu membuang jangkar di perairan sejumlah pulau untuk berselancar. Setelah puas di satu titik, kapal dialihkan ke titik lain dengan cara serupa. Semua kebutuhan, termasuk makanan, sudah ada dalam kapal. Wisatawan tak perlu turun ke darat. Mereka tak bayar pajak apa pun.
”Berkah” itu tak hinggap sepeser pun bagi penduduk setempat. Hampir tidak ada dampak ekonomi yang diperoleh dari aktivitas pariwisata. Sebagai contoh, yang dialami warga Dusun Betumonga Barat, Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara. Dusun itu berjarak sekitar 3 km dari Teluk Makaroni, yang menjadi salah satu lokasi favorit berselancar.
Kondisi itu seperti diutarakan Kepala Dusun Betumonga Barat Marinton Sakerebau (46). Padahal, sudah lebih dari 15 tahun kawasan itu ramai oleh aktivitas berselancar. Belum ada manfaat ekonomis yang diterima warga setempat.
Selain sarana transportasi, kata Yudas, faktor strategis lain yang dihadapi Mentawai adalah sumber daya manusia. Penduduk kabupaten itu kebanyakan masih tergolong miskin. Memang ada perkembangan membaik. Tahun 2009 tercatat 80 persen penduduknya miskin. Pada 2011, warga miskin tinggal 30 persen dari keseluruhan penduduk.
Sebagai bagian dari mempercepat kemajuan Mentawai, lebih dari 100 warga Mentawai dikirim ke Jawa, tugas belajar di sejumlah perguruan tinggi negeri. ”Setelah lulus mereka balik ke sini membangun Mentawai,” kata Yudas optimistis.
Asa Yudas itu masih panjang. Kini Kepulauan Mentawai masih menampilkan perhatian pada bahari dari semua pihak yang terlepas. Mentawai menjadi sebuah ironi wilayah bahari di negeri kepulauan ini.