Konsep ini juga bermakna tiga ungkapan, yaitu Somba Marhula-hula (memberi hormat kepada keluarga istri), Elek marboru (mengayomi perempuan atau istri), dan Manat mardongan tubu (bersikap hati-hati atau sopan santun kepada saudara semarga).
”Bila orang Batak tidak mengindahkan tiga ungkapan itu, dia bisa dianggap melanggar adat dan hilang kehormatannya,” kata Welly Manurung (30), warga Tapanuli Utara.
Dalam beberapa kasus konflik antarpribadi, konsep Dalihan Na Tolu secara efektif juga bisa untuk menyelesaikan persoalan. Kedua pihak dipertemukan, kemudian dirunut silsilah keluarga dan sejarah kawin-mawin-nya. Ujung-ujungnya, ternyata masih segaris keluarga sehingga mereka bisa berdamai.
Tradisi ini cukup kuat menjaga keutuhan kekerabatan. Akibatnya, tak boleh dilanggar. ”Lebih baik dianggap tak beragama daripada tak beradat.” Dengan nilai universalnya, Dalihan Na Tolu, secara mondial, bisa juga menyelesaikan pertikaian.