Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkawi, dari Kutukan Menjadi "Permata" Wisata Malaysia

Kompas.com - 26/04/2013, 09:28 WIB

BUKAN tanpa alasan Kepulauan Langkawi dijuluki ”Permata” Kedah, negara bagian di utara Malaysia. Ibarat batu permata yang kian cemerlang karena diasah, Langkawi bertransformasi dari tanah ”terkutuk” menjadi destinasi wisata di Malaysia dengan 3 juta turis per tahun dan menjadi pesaing serius Bali.

Berkesempatan mengunjungi dan berkeliling daerah ini dalam rangka Pameran Dirgantara dan Maritim Internasional Langkawi (LIMA) pada akhir Maret 2013, kami mendapati bahwa daerah wisata ini tertata dan terdesain dengan baik. Alam yang asri dan sentuhan modernisme saling terpadu dan menjadi daya tarik wisata Langkawi.

Dari jendela pesawat yang membawa kami dari Jakarta via Kuala Lumpur, gugusan Kepulauan Langkawi yang terdiri atas 104 pulau terlihat tak ubahnya batu-batu permata dan giok-giok hijau yang berserakan di atas permadani biru Andaman, yaitu laut yang berada di tepi Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan Thailand.

Mendekati Pulau Langkawi—pulau utama di gugusan kepulauan ini—terlihat garis-garis pantai dengan hamparan pasir putih yang bersih. Sesaat sebelum pesawat mendarat, kami menyaksikan ratusan kapal pesiar berjajar di Dermaga Teluk Baru. Ternyata, kami juga mendapati dermaga kapal pesiar milik kaum jetset dari sejumlah negara ini berserakan di berbagai titik di pulau ini.

Begitu pula ketika kami menginjakkan kaki di Bandar Udara Internasional Langkawi, sejumlah jet pribadi terparkir rapi di apron bandara yang cukup sibuk ini. Tak jauh berbeda dengan Monako di Perancis, Langkawi adalah ibarat ”negara” kecil yang menjadi surga bagi warga asing dan para turis.

Hotel, kondominium, restoran, dan resor-resor mewah tumbuh menjamur, terutama di kawasan pinggir pantai. Serupa di Bali, properti wisata ini kebanyakan dimiliki warga negara asing. Ini terutama pascatsunami pada 2004. Sebagian kawasan di pantai barat Pulau Langkawi ini sempat terkena dampak tsunami yang berpusat di Aceh.

Perumahan warga yang rusak terkena tsunami kini berubah menjadi resor-resor dan hotel- hotel baru. ”Rumah saya sempat terhantam tsunami. Air masuk hingga 2 kilometer ke daratan. Semenjak saat itu, saya menjual rumah dan pindah dari pinggir pantai. Rumah saya sekarang menjadi hotel,” kata Kasim (65), sopir taksi yang membawa kami berkeliling di wilayah pesisir barat pulau itu, mengenang musibah tsunami beberapa tahun silam.

Di luar berprofesi nelayan dan bertanam padi, warga pribumi Langkawi yang mayoritas beretnis Melayu bekerja sebagai sopir taksi, karyawan hotel dan resor, serta penjaga toko duty free. Dengan berkembangnya wisata, mereka relatif tidak sulit mencari kerja. Tidak ada yang merambah hutan atau menangkapi satwa-satwa liar, seperti elang laut yang menjadi maskot dari Langkawi, sehingga keasrian alam di sini sangat terjaga.

Tidak hanya itu, infrastruktur di wilayah ini betul-betul diperhatikan. Di sejumlah titik jalan, kami mendapati tulisan berbahasa Malaysia, ”aduan kerosakan jalan”, yang berisi nomor layanan hunting telepon, e-mail, dan pesan singkat penerimaan pengaduan kerusakan jalan. Tidak heran, jalan-jalan di daerah ini sangat mulus. Bandingkan dengan di Tanah Air yang sejumlah obyek wisatanya terpuruk akibat terkendala buruknya infrastruktur.

Kereta gantung ke puncak

Konservasi alam menjadi obyek utama wisata di sini selain status ”surga” belanja berkat pembebasan bea pajak dan cukai yang berlaku di kawasan pulau ini. Memberi makan kerbau liar atau elang laut lalu ber-snorkeling ria ataupun berarung jeram ditawarkan dalam paket wisata di sini selain ”godaan” belanja barang-barang impor bermerek dengan harga miring.

Adapun obyek wisata yang menjadi magnet utama di sini adalah kereta gantung. Namun, cable car di Langkawi ini lain daripada biasanya. Lintasan kereta gantung sepanjang 2.079 meter ini berbentuk curam menanjak, menghubungkan Resor Teluk Burau di tepi laut dengan puncak Gunung Machincang setinggi 708 meter.

Adrenalin kami terpacu begitu kompartemen kereta yang masing-masing berkapasitas empat orang itu mulai melaju meniti seutas kabel menuju puncak gunung. Kami pun seolah melayang terbang ke atas, jauh lebih tinggi daripada elang-elang laut yang beterbangan di atas rimbunan pohon di bawah kami yang masuk kawasan Geopark berumur 550 juta tahun yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Detak jantung kian berdebar ketika beberapa saat kemudian kereta kabel terus meluncur seolah ingin menghantam tebing curam setinggi 400 meter. Tiba di puncak, temperatur udara anjlok 5 derajat celsius. Udara mendadak dingin, kabut pun tiba-tiba menyergap.

Belum hilang tegangnya, kami disuguhi pemandangan lainnya yang menakjubkan: Jembatan Langit Langkawi. Sesuai dengan namanya, jembatan sepanjang 125 meter berbentuk kurva yang dibuka pada tahun 2003 ini menghubungkan antarpuncak bukit di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Namun, sayangnya, wahana unik tersebut ditutup untuk umum karena alasan perbaikan sehingga kami batal melintasinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com