Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gula Kelapa dan Citarasa Jawa

Kompas.com - 03/06/2013, 08:04 WIB

Di antara semua masakan manis itu, gudeg kerap ”dikeluhkan” sebagai yang termanis dari yang serba manis. Di dapur Parjimah, untuk memasak 200 butir telur pelengkap gudeg, dibutuhkan tidak kurang dari 1 kilogram gula kelapa ditambah dua cakup tangan garam.

Untuk memasak 25 kilogram nangka cacah menjadi gudeg, dibutuhkan 4 kilogram gula kelapa. ”Saya mewarisi resepnya dari ibu saya, Mbok Marto Setomo, takarannya seperti itu. Saya tidak berani mengubahnya. Kalau saya memasak gudeg, telur, juga lauk lainnya, sehari menghabiskan 12 kilogram gula kelapa,” tutur Parjimah.

Biarpun juga menjadikan gula kelapa sebagai bumbu hampir tiap masakan, takaran manis orang Solo cenderung lebih tawar dari orang Yogyakarta. Itu terasa saat menyantap gudeg di Warung Gudeg Bu Mari di Singosaren, Solo. Gudeg Bu Mari, dengan warna gudeg yang lebih cerah dari kebanyakan gudeg Yogyakarta, lebih menonjolkan rasa gurih ketimbang manis.

”Yang paling membedakan gudeg Yogya dan Solo, ya, rasa manisnya. Di Solo, gudeg lebih kuat gurihnya,” ujar Atik yang mewarisi warung gudeg ini dari ibunya, Bu Mari. Jika gudeg nangka Mbok Marto hanya berbumbu gula dan garam kasar, gudeg Bu Mari dimasak dengan bumbu bawang putih, ketumbar, dan sedikit lada, garam, dan tentu saja gula kelapa.

Masakan rumahan Solo pun punya kadar manis yang tak sekuat masakan rumahan Yogyakarta. Sayur loncom atau sayur bening bayam, misalnya, di Solo dimasak tanpa gula kelapa.

”Kalaupun pakai gula, ya, dicolok sedikit gula pasir. Manisnya samar, lebih dominan gurih asin kalau sayur bening Solo,” ujar Ida Hayati (50), ibu rumah tangga yang sehari-hari memasak untuk keluarganya di Solo.

Sumartoyo menyebutkan, posisi gula kelapa sebagai bumbu masakan Jawa tak bisa digantikan gula tebu. ”Bukan sekadar manis, gula kelapa juga memiliki rasa gurih. Pakem citarasa manis dalam masakan tradisional Yogyakarta dan Solo tidak ada kaitannya dengan gula tebu atau gula pasir,” ungkapnya.

Kini, semakin banyak orang Yogyakarta dan Solo yang mulai mengganti manis-gurihnya gula kelapa dengan gula tebu. Namun, banyak pula yang merasa gula kelapa tak tergantikan. ”Kalau tidak menggunakan gula kelapa, masakan pasti cemplang, hambar,” ungkap Murtini, pedagang besar gula merah di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

Manis, asin, gurih, boleh saja. Namun, soal rasa, hanya ada satu kata: nyamleng.... (Nur Hidayati, Aryo Wisanggeni, Helena Nababan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com