Selain masak sendiri, ada juga yang memilih memesan nasi kebuli ke warung atau rumah makan Arab. Ibu Nailah (52), pemilik warung nasi kebuli Ibu Hanna di Kampung Melayu, sering mendapatkan pesanan nasi kebuli dari majelis taklim. ”Pesanan bisa sampai 300 nampan. Satu nampan harganya Rp 450.000,” ujar Nailah.
RM Abu Salim juga begitu. ”Setiap maulid kita bisa dapat pesanan nasi kebuli untuk 1.000 porsi,” kata Husein.
Di beberapa tempat, seperti Mampang, nasi kebuli juga dihidangkan pada acara-acara pengajian ibu-ibu. Namun, tradisi itu mulai surut pada tahun 1990-an.
”Ibu-ibu sekarang sibuk, jadi enggak mau direpotkan bikin nasi kebuli,” kata Hajjah Mawarni (53), pengasuh Majelis Taklim Nurul Hidayah, Mampang Prapatan.
Membuat nasi kebuli dalam jumlah banyak, ujar Mawarni, memang tidak mudah dan memakan waktu. ”Bayangin aja bikin nasi kebuli untuk 100-400 orang, pasti perlu banyak relawan untuk ngerjain-nya,” kata Marwani.
Ibu-ibu pengajian pun akhirnya berpikir, daripada menghidangkan nasi kebuli kepada jemaah saat maulid, lebih baik memberikan oleh-oleh sembako. Sejak saat itulah, nasi kebuli diganti sembako. (Indira Permanasari/Umi Kulsum-Litbang)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.