Prosesi Belimbur menjadi acara penutup Erau International Folklore and Art Festival (EIFAF). Sultan Kutai Aji Muhammad Salehuddin II memulai Belimbur dengan memercikkan air Tuli—air yang diambil dari perairan Kutai Lama—ke dirinya sendiri, kemudian kepada orang-orang di sekitarnya.
Warga di jalanan Kota Tenggarong kemudian beramai-ramai saling mengguyur. Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari pun ikut basah kuyup. Belimbur bermakna penyucian diri dari pengaruh jahat sehingga kembali suci-bersih, serta menambah semangat membangun daerah.
Selain Belimbur, Erau juga diisi sejumlah upacara adat kesultanan, seperti Bepelas dan Mengulur Naga. Bepelas dimaksudkan untuk memuja sukma dan raga Sultan agar Sultan mendapatkan kekuatan untuk melaksanakan tugas dan adat. Saat Bepelas, ditampilkan tarian tradisional.
Mengulur Naga adalah puncak rangkaian kegiatan Erau. Dua naga yang sebelumnya disemayamkan di serambi keraton diarak ke Sungai Mahakam. Erau juga menampilkan kedekatan Sultan Kutai, kerabat kesultanan, dengan rakyat. Itu tergambar dalam Beseprah, tradisi makan bersama di sepanjang jalan utama Tenggarong, ibu kota Kukar.
Tidak hanya pameran kerajinan dan bazar, EIFAF juga dimeriahkan dengan aneka lomba tradisional, seperti hadang, enggang, dan menyumpit. Satu lagi yang unik, yakni lomba ngapeh, lomba ngobrol dalam bahasa Kutai. Tema obrolan bebas, tetapi diutamakan tentang Erau.
Di atas sebuah panggung di tepian Mahakam, Mbok Agus (42) dan Mbok Timo (61) tampil menghibur. Tema obrolan mereka sederhana, yakni Mbok Agus mengajak Mbok Timo jalan-jalan melihat acara-acara Erau. Namun, cepatnya mereka bicara dengan nada tinggi disertai tawa melengking, plus aksi panggung yang cuek, membuat penonton tergelak.
Erau berasal dari bahasa Kutai ”eroh” yang berarti ramai, riuh, ribut, dan suasana penuh sukacita. Suasana yang ramai itu diartikan dengan banyak kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajatan dan mengandung makna, baik yang bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.
Agenda rutin
Erau pertama dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung berusia 5 tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325), Erau dihelat. Sejak itulah Erau diadakan setiap ada penggantian atau penobatan raja Kutai.
Dalam perkembangannya, Erau juga untuk pemberian gelar dari raja kepada tokoh atau pemuka yang berjasa bagi kerajaan. Sejak berakhirnya pemerintahan Kerajaan Kutai pada tahun 1960, dan wilayahnya menjadi daerah otonomi (Kabupaten Kutai), tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan.
Erau pun menjadi pesta rakyat dan festival budaya yang juga agenda rutin Pemkab Kukar, yakni dalam rangka memperingati HUT Kota Tenggarong, yang merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Kutai sejak tahun 1782. Erau telah menjadi ikon bagi Kabupaten Kukar.
Sekian lama Erau hanya dimeriahkan peserta lokal, yakni warga sendiri dan kabupaten-kabupaten tetangga. Namun, pada tahun ini, Erau menampilkan sesuatu berbeda, yakni mengundang kontingen seni dari delapan negara, yakni Mesir, Thailand, Taiwan, Belgia, Korea Selatan, Perancis, Ceko, dan Yunani. Sebenarnya ada satu negara lagi yang mestinya ikut, yakni Togo. Namun, dua minggu sebelum Erau dibuka, Togo terpaksa batal datang ke Tenggarong karena terbentur pengurusan visa.