Ikan yang melimpah dari balong dan kadang tidak bisa dihabiskan sekali makan, biasa dikere atau dibuat dendeng dengan cara membelah tubuh ikan atau digugubar untuk kemudian menjemurnya di bawah panas matahari sampai ikan itu kering. Lauk kere dengan bumbu ketumbar mendominasi ini bisa tahan lama disimpan untuk digoreng di kemudian hari.
Yang khas dari masyarakat Sunda, menurut Acep, memang terletak pada makanan rakyatnya, termasuk olahan ikan yang sangat mudah dibuat. Kesederhanaan makanan rakyat ini merepresentasikan sifat rakyat Sunda yang spontan, jujur, ekspresif, dan tidak terbebani oleh norma-norma yang dipegang kaum feodal.
Budidaya ikan di Tasikmalaya sebenarnya sempat melimpah ruah dan terpusat di Singaparna. Namun, kini budidaya ikan di wilayah tersebut sudah banyak yang hancur karena kerusakan lingkungan akibat pertambangan pasir yang membabat habis perbukitan di sekitar Gunung Galunggung.
”Pemerintah sudah tidak punya wawasan tentang alam. Tidak mengambil inspirasi dari masa lalu, hanya tunduk pada keuntungan pribadi,” ujar Acep.
Balong dan kulah di tlatah Sunda menjadi salah satu indikator tentang kelestarian alam. Jika alam benar-benar telah rusak, balong dan kulah mungkin hanya tinggal kenangan, sama seperti nasib syair kawih Sunda tentang Amut dan Dulah.. (Pepih Nugraha dan Mawar Kusuma)
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan