Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Aset-aset Masa Lalu Mulai Dihidupkan Kembali...

Kompas.com - 05/09/2013, 15:20 WIB

Jalur Pangandaran-Bandung juga memisahkan jalur utama Bandung-Yogyakarta. Ada kesengajaan pemerintah Belanda saat membangun jalur KA yang ujungnya hanya di Pantai Pangandaran. Alasannya, tentu untuk mencegah gerakan kaum pejuang untuk masuk ke Yogyakarta, selain juga kepentingan pariwisata para pejabat pemerintah Belanda. Meskipun untuk mengalihkan gerakan para pejuang, Belanda berani membangun jembatan besi yang nilainya cukup tinggi pada waktu itu.

Jembatan besi tersebut hingga kini masih berdiri meskipun sudah sangat berkarat. Bahkan, perusahaan KA Belanda juga membuat tiga terowongan KA yang menembus perbukitan. Jalur ini jelas menjadi potensi pariwisata bagi penumpang KA.

Memang sempat muncul pertanyaan: benarkah jalur KA ini dibangun sekadar untuk kepentingan para pejabat pemerintah Belanda bersantai-santai di Pantai Pangandaran? "Belum diketahui apakah ruas ini berhubungan dengan kepentingan ekonomi yang lebih strategis, seperti jalur pengangkutan hasil panen yang tentunya lebih bernilai ekonomi dibandingkan dengan wisata di masa itu," kata Bambang.

Berdasarkan catatan PT KAI, tiga terowongan yang dibangun perusahaan itu diberi nama-nama para pejabat Belanda, yaitu terowongan Hendrik sepanjang 100 meter, terowongan Juliana sepanjang 250 meter, dan terowongan Wilhelmina sepanjang 1.200 meter. Nama-nama itu diambil dari nama petinggi Kerajaan Belanda, seperti Ratu dan Raja Belanda.

Masih diinventarisasi

Hingga kini, untuk mewujudkan museum KA PT KAI terus melakukan pengumpulan dan pengolahan data dan informasi mengenai aset-aset KA yang bernilai sejarah ataupun komersial.

Tranggono juga mengakui, selain aset-aset lahan dan gedung, PT KAI juga memiliki ratusan benda sejarah yang terkait dengan peristiwa-peristiwa sejarah. Saat ini, PT KAI tengah menyusun pekerjaan besar untuk menginventarisasi dan mencatat sumber-sumber sejarah yang kemudian dijadikan sumber daya tarik wisata untuk menambah pendapatan PT KAI.

”Aset yang kami kelola memang baru dua, yaitu museum KA lokomotif uap di Ambarawa, dan gedung Lawang Sewu, di Semarang, Jateng. Namun, dari persewaan gedung Lawang Sewu saja, PT KAI sudah mendapat pemasukan Rp 1 miliar pada tahun lalu,” ujarnya.

Menurut Tranggono, jika dari satu gedung saja PT KAI sudah mendapat penghasilan tambahan Rp 1 miliar, tentu berapa besar penghasilan lain yang bisa diterima dari sejumlah aset PT KAI yang hingga kini masih tersebar dan belum dihidupkan lagi.

Tentu, wacana membangun museum KA kelas dunia yang terintegrasi dari sekian banyak aset PT KAI yang masih tersebar harus segera diwujudkan bagi kemajuan PT KAI sendiri. (DODY WISNU PRIBADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com