Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menapaki Sisa-sisa Sejarah Kota Tangerang

Kompas.com - 06/10/2013, 09:38 WIB
Tri Wahyuni

Penulis

KOMPAS.com - Matahari baru saja menampakkan wajahnya yang bundar sempurna berwarna jingga pekat pagi itu. Seolah memberikan semangat pada saya yang hari itu akan melakukan sebuah perjalanan panjang menapaki sisa-sisa sejarah di kota tetangga, Tangerang.

Waktu baru menunjukkan pukul 05.50, tapi saya sudah sampai di Stasiun Cakung untuk melakukan perjalanan menuju ke Tangerang menggunakan Commuter Line. Hari itu, Minggu (29/9/2013), saya dan komunitas Love Our Heritage (LOH) akan melakukan Jelajah Kota Tangerang selama sehari. Tak sabar rasanya bertemu mereka di Stasiun Tangerang nanti, tempat kami merencanakan pertemuan hari itu.

Sekitar pukul 06.00 kereta sudah datang. Artinya, saat itu pula perjalanan saya dimulai. Untuk sampai di Kota Tangerang saya harus melewati 17 stasiun dengan dua kali transit di Stasiun Manggarai dan Stasiun Duri. Senangnya melakukan perjalanan dengan Commuter Line di hari Minggu, tidak banyak penumpang yang berjejalan di gerbong kereta. Bahkan gerbong kereta terasa amat lengang dan banyak tempat duduk yang masih kosong. Andai saja, kondisi ini bisa didapatkan setiap hari, pasti banyak masyarakat yang mau menggunakan moda transportasi umum ini.

Menempuh perjalanan selama dua jam lamanya, akhirnya saya menginjakkan kaki di kota Tangerang. Saat turun dari kereta saya langsung mencari teman-teman Komunitas LOH, tidak sabar rasanya menyusuri kekayaan sejarah kota Tangerang. Memang benar kata pepatah, kalau jodoh tak akan lari ke mana. Ternyata saya satu perjalanan dengan teman-teman LOH sejak dari Stasiun Duri, tapi sayangnya kami berada di gerbong yang berbeda.

Kemudian, kami pun berkumpul di peron untuk menunggu teman-teman lain yang masih dalam perjalanan menuju Tangerang. Sementara menunggu, kami dibagikan sinopsis perjalanan sebagai penduan wisata yang akan kami jalankan selama sehari.

Saatnya Memulai Perjalanan

Hari itu, kami akan menjelajahi kawasan Pasar Lama, Tangerang, dengan rute perjalanan Nasi Uduk Encim Sukaria, Sungai Cisadane, Kelenteng Boen Tek Bio, Masjid Jami Kalipasir, dan Museum Benteng Heritage. Untuk menjelajahi tempat-tempat tersebut, kami lakukan dengan berjalan kaki.

KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Suasana Pasar Lama, Tangerang, salah satu ikon sejarah Kota Tangerang yang berada dekat Sungai Cisadane. Pasar Lama Tangerang merupakan pasar tradisional tertua yang pernah ada dan merupakan cikal bakal Kota Tangerang.
Tapi, dari Stasiun Tangerang menuju Nasi Uduk Encim Sukaria, kami harus menggunakan angkutan umum karena jaraknya cukup jauh. Nasi Uduk Encim Sukaria merupakan salah satu kuliner terkenal di Tangerang yang terletak di jantung kota, yaitu di Jalan KH Soleh Ali. Sayangnya, kami belum bisa mencicipi lezatnya menu di sana karena warungnya tutup. Akhirnya kami pun sarapan di warung sekitar yang menawarkan soto mie, soto babat, soto daging, dan ada juga ketoprak.

Perut telah terisi, begitu juga dengan tenaga. Saatnya melanjutkan Jelajah Kota Tangerang. Tempat selanjutnya kami akan menuju Sungai Cisadane. Untuk bisa sampai ke Sungai Cisadane kami jalan kaki selama 10 menit.

Dalam perjalanan, Ferry, pemandu wisata dari Komunitas LOH, menjelaskan tentang sejarah Tangerang yang disebut sebagai Kota Benteng. Pada zaman penjajahan Belanda, dibangun benteng pertahanan di dekat Sungai Cisadane yang digunakan sebagai benteng pertahanan dari serangan Kesultanan Banten.

Itulah sebabnya mengapa warga yang tinggal di kawasan tersebut diberi julukan Cina Benteng. Selain berada di kawasan bekas benteng, kebanyakan warga di kawasan tersebut merupakan keturunan etnis Tionghoa yang menempati wilayah itu sejak lama.

Setelah melewati permukiman penduduk dan satu gang sempit, akhirnya kami pun sampai di tepi Sungai Cisadane. Sungai yang berhulu di Gunung Salak-Pangrango di sebelah selatan Kabupaten Tangerang ini, membentang kokoh membelah sebagian kota Tangerang.

KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Sungai Cisadane, yang berhulu di Gunung Salak-Pangrango di sebelah selatan Kabupaten Tangerang, membentang kokoh membelah sebagian kota Tangerang. Sejak dulu hingga kini Sungai Cisadane masih dijadikan sumber penghasila oleh warga setempat.
Dulu, Sungai Cisadane dimanfaatkan sebagai untuk pengairan dan bahan baku air minum PDAM setempat.  Kini, pemerintah setempat tampak serius menjaga kelestarian sungai dengan cara membersihkan sungai sebanyak tiga kali sebulan juga membangun ruang terbuka hijau di beberapa titik di bantaran sungai. Selain itu, Sungai Cisadane memiliki festival besar, yaitu Festival Perahu Naga atau Festival Pecun yang diselenggarakan tiap tahunnya.

Menyusuri Sudut Pasar Lama

Salah satu pusat sejarah Kota Tangerang yang masih menampakkan sisa-sisa masa lampau adalah kawasan Pasar Lama. Letaknya tidak jauh dari Sungai Cisadane. Pasar Lama Tangerang merupakan pasar tradisional tertua yang pernah ada dan merupakan cikal bakal Kota Tangerang.

Memasuki kawasan Pasar Lama, nuansa keberadaan etnis Tionghoa sangat terasa. Mulai dari bangunan rumah penduduk yang masih mempertahankan bentuk aslinya, sampai pada makanan yang dijual di sepanjang jalan. Sebagai tempat bernaung etnis Tionghoa, di kawasan ini terdapat Kelenteng Boen Tek Bio juga Museum Benteng Heritage yang merupakan sumber sejarah etnis Tionghoa di Tangerang.

Kelenteng Boen Tek Bio

Kelenteng Boen Tek Bio di Pasar Lama dikenal sebagai kelenteng tertua di Tangerang yang diperkirakan sudah berumur 300 tahun. Kelenteng yang hanya mengalami renovasi sekali pada tahun 1844 ini, merupakan salah satu dari ketiga kelenteng besar yang berpengaruh serta berusia tua di Tangerang. Dua kelenteng tua lainnya adalah Boen San Bio dan Boen Hay Bio yang berusia hampir sama.

KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Kelenteng Boen Tek Bio di Pasar Lama Tangerang dikenal sebagai kelenteng tertua di Kota Tangerang, Banten, yang berusia sekitar 300 tahun.
Memasuki kawasan kelenteng kami pun disambut dengan asap hio yang mengepul dari tempat peribadatan. Aromanya begitu khas. Saat itu, kelenteng memang dipenuhi warga Tionghoa yang sedang beribadah.

Di area belakang kelenteng Boen Tek Bio juga terdapat sebuah vihara yang bernama Vihara Padumuttara. Tempat peribadatan umat Buddha itu besar dan bersih. Anda bisa merasakan kesejukan ketika berada di dalam vihara.

Masjid Jami Kali Pasir

Tidak jauh dari Kelenteng Boen Tek Bio, terdapat tempat ibadah umat Islam yang juga merupakan bangunan tua, Masjid Jami Kali Pasir. Masjid dengan nuansa hijau putih tersebut sudah mengalami banyak perubahan dari kondisi awalnya. Hanya dua sisi bangunan yang masih utuh dipertahankan, yakni empat tiang di dalam masjid, dan kubah kecil bermotif China di atas masjid.

KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Masjid Jami Kali Pasir merupakan tua bernuansa Tionghoa yang terkenal di Tangerang. Masjid dengan luas 16x18 meter persegi ini berada di tengah pemukiman padat penduduk di kawasan Pasar Lama, Tangerang, Banten.
Saat ini posisi masjid terletak di tengah pemukiman penduduk yang begitu padat. Hal ini membuat masjid tidak mempunyai halaman. Itu pula yang menjadi salah satu alasan sulit untuk mengabadikan gambar utuh masjid ini.

Museum Benteng Heritage

Masih di kawasan Pasar Lama, kami kembali melanjutkan perjalanan. Tujuan kami berikutnya adalah Museum Benteng Heritage. Museum pribadi milik Udaya Halim ini merupakan hasil restorasi dari sebuah bangunan tua berarsitektur tradisional Tionghoa yang diduga dibangun pada sekitar abad ke-17. Bangunan ini juga merupakan bangunan tertua di Tangerang dengan unsur Tionghoa yang amat kental.

Bangunan yang berada di tengah Pasar Lama ini, memiliki dua tingkat. Lantai satu museum dijadikan sebagai restoran, tempat gathering, penjualan suvenir, dan sebagainya. Sedangkan di lantai dualah baru kita bisa menemukan berbagai barang antik koleksi museum. Museum ini menyimpan berbagai barang yang berkaitan dengan sejarah etnis Tionghoa di Indonesia serta berbagai artefak yang menjadi saksi bisu masa lalu.

KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Patung Buddha di Vihara Padumuttara yang terletak di belakang Kelenteng Boen Tek Bio kawasan Pasar Lama, Tangerang, Banten.
Museum yang mendapat julukan Pearl of Tangerang ini juga banyak mendapatkan penghargaan. Dalam ajang FIABCI (Federation Internationals des Administrateurs de Bien-Conselis Immobiliers) Indonesia, Museum Benteng Heritage mendapat juara pertama untuk kategori Heritage, mengalahkan Bank Indonesia, pada 2012 lalu. Tidak sampai di situ, di tingkat internasional FIABCI Prix d’excellent Award pun museum ini berhasil menyabet juara kedua dalam kategori yang sama tahun 2013.

Museum Benteng Heritage pun menjadi saksi perjalanan panjang kami membuka masa lalu kota Tangerang dalam Jelajah Kota Tangerang bersama Komunitas LOH. Tidak lupa momen bersejarah di tempat bersejarah juga harus diabadikan. Setelah berfoto di museum kami pun kembali pulang ke tempat masing-masing. Benar-benar perjalanan yang mengesankan...

KOMPAS.COM/TRI WAHYUNI Jemaah sedang menyalakan hio untuk beribadah di Kelenteng Boen Tek Bio, Pasar Lama, Tangerang, Banten.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com