Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selat Madura Laut Keluarga

Kompas.com - 08/10/2013, 10:12 WIB

”Semua masakan saya memang memakai bumbu Madura karena kebanyakan warga di Gending keturunan orang Madura. Semua masakan itu diajarkan ibu saya. Sehari-hari kami berbahasa Madura, belajar masak pun dengan belajar bumbu masakan Madura, seperti pellapa gene’ dan beragam varian, seperti kella celok ataupun kella pateh,” tutur Sumiati.

Namun, arus perpindahan orang di sepanjang Selat Madura bukan melulu migrasi orang dari Madura ke pesisir utara Jawa. Orang Madura dikenal dengan tradisi ”toron”, atau tradisi pulang ke kampungnya di Madura setiap hari raya Idul Fitri. Anak-cucu dari generasi lampau yang bermigrasi keluar Madura pun kerap kali masih memelihara hubungan dengan kampung asalnya.

Para pekerja musiman banyak yang menghabiskan musim kemarau di Jawa, lalu pulang ke Madura di musim penghujan yang singkat. Tak hanya itu, banyak pula orang Jawa yang bermigrasi ke Madura karena bekerja, menuntut ilmu agama di sejumlah pondok pesantren tua di Madura, ataupun karena menikahi orang Madura.

Karena itu, jejak kuliner Jawa pun bisa ditemukan di Madura, dengan pelokalan rasa yang kerap kali mengejutkan. Ya, masih teringat rasanya saat mencicipi rawon khas Madura di Rumah Makan 17 Agustus, Sumenep. Rawon merah tak berbumbu kluwak yang tak kalah sedapnya.

Pemilik Rumah Makan 17 Agustus di Sumenep, Edi Setiawan, menyebutkan, rawon beningnya bersiasat dengan alam. ”Jika tidak ada kluwak, tidak harus berbumbu kluwak. Rawon dengan kluwak sudah pasti masakan Jawa. Di rumah makan kami, warna merahnya lebih kuat karena bumbu cabai, memang dipengaruhi budaya kuliner peranakan,” kata Edi, peranakan Tionghoa yang juga budayawan Sumenep itu.

Itu mengapa FX Sutjipto menyebutkan Selat Madura laut keluarga. Selat Madura menjadi hulu cita rasa, bukan karena menjadi sumber dari beragam bahan pangan yang melimpah. Selat Madura menjadi hulu cita rasa karena menjadi penyilang budaya kuliner Madura dan Jawa, yang bersua lagi dengan beragam-ragam budaya di kota bandar besar di mulut ”corong” Selat Madura, Surabaya. (Aryo Wisanggeni Genthong dan Ingki Rinaldi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com