Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/10/2013, 13:25 WIB
EditorI Made Asdhiana
AYU Fayani dan Suhartini membimbing Anna dan Tania, wisatawan Austria, mengenakan pakaian adat Sasak, Lombok, di rumah Habiburrahman Yusuf, warga Dusun Punikasih, Desa Mas-Mas, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Minggu (15/9/2013) sore itu, warga Desa Mas-Mas akan menyelenggarakan prosesi adat perkawinan yang disebut nyongkol, di mana keluarga pengantin laki-laki (asal desa itu) mengunjungi keluarga pengantin perempuan (berdomisili di desa lain). Seusai berdandan, Ayu Fayani dan dua wisatawan Austria itu bergabung dengan rombongan pengantar pengantin untuk nyongkol.

Prosesi nyongkol, menikmati pemandangan alam dan produk kuliner desa itu, menjadi paket wisata di Desa Mas-Mas. Penggagas dan penggiat pariwisata desa berbasis potensi lokal itu adalah Kelompok Muzakarah (Kemus) Asy Syafi’i, sebuah kelompok diskusi sosial, keagamaan, pendidikan, dan ekonomi yang beranggotakan generasi muda setempat.

Dalam empat tahun terakhir, Desa Mas-Mas nyaris setiap hari tidak pernah sepi dari kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain dari Jerman, Austria, Perancis, dan Belanda. Awalnya, tahun 2004, ide kegiatan pariwisata itu ditentang banyak warga desa. Pasalnya, kata Habiburrahman (Habib), Ketua Kemus, fokus aktivitas lembaga mestinya pada soal keagamaan.

Kegiatan pariwisata dinilai kontraproduktif dengan kegiatan keagamaan. Kesan buruk pariwisata digambarkan begini. Konon ada warga yang menyaksikan perilaku wisatawan asing yang tidak sesuai dengan adat ketimuran. Karena itu, Habib bertekad membalikkan kesan buruk pariwisata itu.

Dalam pemahaman Habib, ”Pariwisata bukan soal main buka-bukaan, bukan pula tidur di hotel berbintang, makan di restoran dan berbelanja, tetapi wisatawan ingin mencari sesuatu yang baru dan tidak mereka temukan di negara asalnya.”

Memberikan pengalaman baru itulah yang kemudian ditawarkan agar wisatawan mau melancong ke Desa Mas-Mas. Ini akan membuka sumber penghasilan alternatif bagi warga yang selama ini hidup dari hasil bertani.

Dengan pemahaman demikian, anggota Kemus mengidentifikasi potensi desa, menghimpun saran sebagai rujukan merumuskan formula yang pas guna mendukung kegiatan pariwisata di Desa Mas-Mas. Hasilnya, panorama alam, gaya hidup masyarakat desa, hingga proses membuat obat-obatan tradisional dijadikan atraksi wisata. Kalangan muda desa pun dipersiapkan menjadi pemandu wisata setelah mendapatkan kursus bahasa Inggris dengan tutor Habib yang secara otodidak belajar bahasa Inggris.

Dukungan datang dari seorang penulis asal Jerman yang berhari-hari tinggal dan merekam keseharian penduduk desa. Hasil pantauannya termuat dalam buku panduan berbahasa Jerman. Media online pun dimanfaatkan untuk memasarkan produk paket wisata seharga Rp 150.000 tersebut.

Sejak 2009 Desa Mas-Mas pun menjadi tujuan wisata keluarga, mengingat tamunya adalah ayah, ibu, dan anak atau pasangan suami-istri. Desa yang berjarak sekitar 30 kilometer sebelah timur Mataram, ibu kota NTB, itu bisa ditempuh dengan sepeda motor ataupun mobil.

Sebelum tur ke lokasi, wisatawan diminta mengenakan kain yang disediakan khusus. Mereka kemudian diajak jalan menelusuri pematang sawah menyaksikan tanaman, kegiatan bertani dan berkebun, serta melihat saluran irigasi dan embung. Di salah satu embung, yaitu di Embung Dao, wisatawan bisa melihat panorama Gunung Rinjani.

Atraksi menarik bagi wisatawan adalah aktivitas petani di sawah saat musim tanam-petik. Mereka bisa mencoba mencangkul dan membajak sawah dengan alat bajak yang ditarik dua ekor sapi. Wisatawan juga bisa melihat proses belajar-mengajar di sekolah, mengunjungi kantor desa, puskesmas, sentra kerajinan anyaman, dan kegiatan usaha kerupuk.

Dengan tur tersebut, wisatawan punya gambaran riil tentang dunia pendidikan dan pelayanan di tingkat pemerintahan desa. Siswa pun dapat praktik langsung berbahasa Inggris dengan wisatawan.

”Di sini wisatawan melihat suasana, fasilitas kelas yang tersedia, berbeda dengan fasilitas sekolah di negara mereka yang serba main kenop dan touch screen,” ujar Habib.

Begitu pun aparat kantor desa yang selama ini malas-malasan bekerja menjadi lebih rajin dan betah di kantor karena tempat kerjanya pasti disambangi wisatawan.

Seusai keliling desa, wisatawan diajak ke salah satu rumah warga untuk makan siang. Mereka disuguhi lauk-pauk dan sayuran lokal. Ada juga makanan ringan, seperti ubi rebus, kacang rebus, kerupuk, dan lainnya. Warga yang menerima tamu diatur secara bergiliran.

Untuk jasa itu, warga, termasuk desa dan sekolah, kecipratan rezeki dari penjualan paket tur dengan persentase yang ditentukan. Warga desa yang merasakan manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata ini, antara lain para perajin ketak (tumbuhan jenis rumput-rumputan yang dianyam menjadi wadah buah-buahan berbentuk oval, lepekan, dan perlengkapan rumah tangga).

Tidak jarang pula peralatan rumah tangga, seperti gerabah, yang tersimpan lama justru dibeli wisatawan. Artinya, perajin bisa menjual hasil karyanya di tempat saat dikunjungi wisatawan. Biasanya hasil kerajinan itu, seperti wadah buah-buahan, dijual ke Pasar Barabali di Desa Barabali, Kecamatan Batukliang, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Desa Mas-Mas. Wadah buah itu dijual Rp 15.000 per buah, sementara ongkos transportasi pergi pulang Rp 10.000. Setelah dipotong harga transportasi, perajin hanya mengantongi keuntungan sebesar Rp 5.000. Jika dibeli langsung oleh wisatawan yang mampir ke rumah mereka, perajin paling tidak bisa mendapatkan Rp 15.000 per buah.

Perkembangan desa itu menguburkan kesan buruk tentang dunia perpelancongan. Bahkan, orangtua senang menyaksikan anak-anak berkomunikasi dengan wisatawan asing. Siswa SD hingga SMA di Desa Mas-Mas mengikuti les privat bahasa Inggris lima hari dalam sepekan, pukul 06.00-07.15, atau sebelum jam belajar di sekolah dimulai. Ruang belajarnya di Pondok Santri, melibatkan tutor dari kalangan siswa.

Banyak wisatawan yang tidak puas hanya berkunjung sehari, lalu ingin menginap di desa itu. Namun, permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena belum ada penginapan yang memenuhi standar. Toh, Habib tidak bisa mengelak apabila satu-dua wisatawan ngotot menginap dan bersedia ”mondok” di salah satu ruangan sempit dan sederhana di Pondok Santri. Sebuah peluang untuk lebih menggiatkan pariwisata di Desa Mas-Mas. (Khaerul Anwar)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Kunjungan Wisman Tahun Ini Capai 53 Persen Angka pada 2022

Kunjungan Wisman Tahun Ini Capai 53 Persen Angka pada 2022

Travel Update
Surakarta dan Depok, Wakil Indonesia di Jejaring Kota Kreatif UNESCO

Surakarta dan Depok, Wakil Indonesia di Jejaring Kota Kreatif UNESCO

Travel Update
10 Tips untuk Perempuan Pendaki Pemula, Mulai dari Medan yang Ringan

10 Tips untuk Perempuan Pendaki Pemula, Mulai dari Medan yang Ringan

Travel Tips
Arca Ganesha yang Hilang di Puncak Gunung Bromo Sudah Diganti Baru

Arca Ganesha yang Hilang di Puncak Gunung Bromo Sudah Diganti Baru

Travel Update
Harga Tiket Terbaru Pendakian Gunung Prau via Dieng Tahun 2023

Harga Tiket Terbaru Pendakian Gunung Prau via Dieng Tahun 2023

Travel Tips
Pengelolaan Candi Borobudur Akan Akomodasi Fungsi Religi dan Wisata

Pengelolaan Candi Borobudur Akan Akomodasi Fungsi Religi dan Wisata

Travel Update
Rute ke Pantai Sadeng dari Wonogiri, Jalannya Sudah Berbeda Jauh

Rute ke Pantai Sadeng dari Wonogiri, Jalannya Sudah Berbeda Jauh

Travel Tips
Jalan-jalan di Kota Solo, Kini Bisa Naik Becak Wisata

Jalan-jalan di Kota Solo, Kini Bisa Naik Becak Wisata

Hotel Story
Daftar 20 Destinasi Wisata Halal Terbaik di Dunia 2023, Ada Indonesia

Daftar 20 Destinasi Wisata Halal Terbaik di Dunia 2023, Ada Indonesia

Travel Update
Pantai Sadeng Gunungkidul yang Unik, Berada di Muara Bengawan Solo Purba

Pantai Sadeng Gunungkidul yang Unik, Berada di Muara Bengawan Solo Purba

Jalan Jalan
Sering Dianggap Lemah, Perempuan Ternyata Tak Kalah Jago dalam Pendakian

Sering Dianggap Lemah, Perempuan Ternyata Tak Kalah Jago dalam Pendakian

Travel Update
Cara ke GBK Naik Bus Transjakarta, Bisa dari Arah Tangerang

Cara ke GBK Naik Bus Transjakarta, Bisa dari Arah Tangerang

Travel Tips
Sandiaga Ajak Wisatawan Berkunjung ke Gunungkidul yang Kaya Keindahan Alam

Sandiaga Ajak Wisatawan Berkunjung ke Gunungkidul yang Kaya Keindahan Alam

Travel Update
10 Tempat Wisata Dekat GBK, Ada yang Tinggal Jalan Kaki

10 Tempat Wisata Dekat GBK, Ada yang Tinggal Jalan Kaki

Jalan Jalan
Pengalaman Ikut Menerbangkan Lampion Waisak di Candi Borobudur

Pengalaman Ikut Menerbangkan Lampion Waisak di Candi Borobudur

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+