Tradisi para bangsawan makan besar dengan seabrek lauk juga menjadi ciri kerajaan-kerajaan Melayu. Pesta-pesta makan semacam itu menjadi momen distribusi daging dan protein (Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Anthony Reid).
Hierarkis
Apa yang membuat ”tradisi gelas besar” itu bertahan hingga sekarang? Antropolog Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Tasripin Tahara, menjelaskan, budaya orang Bugis-Makassar pada dasarnya bersifat hierarkis dan patron-klien. Mereka sangat menghormati status sosial seseorang, baik yang terbentuk karena kekuasaan maupun kekayaan. Status sosial itu ditunjukkan dalam berbagai dimensi, termasuk permainan simbol di meja makan.
Tidak heran jika tradisi itu tidak hanya hidup di level rumah tangga, tetapi juga di lembaga birokrasi negara. Di kantor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sulsel, misalnya, kami melihat sebuah gelas jumbo di antara deretan gelas berukuran normal. Saking besarnya, gelas itu lebih mirip ember mungil. Punya siapakah gelas jumbo itu?
”Ah itu khusus untuk bapak kepala (badan),” kata seorang pegawai. Ia menuturkan, hampir di semua instansi di bawah Pemprov Sulsel, kepala instansi mendapat gelas berukuran jumbo sebagai simbol kehormatan.
Agus Sumantri, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sulsel, mengatakan tidak menampik jika ukuran gelasnya berbeda dari pegawai lain. Ia mengaku awalnya risi diperlakukan istimewa seperti itu. ”Pernah suatu saat saya menolak diberi gelas besar karena malu dengan tamu. Namun, bawahan saya justru tampak kikuk dan tak enak hati. Saya akhirnya mengalah agar suasana kantor kembali cair,” ungkap Agus.
Begitulah, setelah melihat gelas jumbo untuk Agus Sumantri, kami pun mengira-ira, seberapa besar gelas untuk gubernur dan seterusnya. (Budi Suwarna dan Aswin Rizal Harahap)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.