Pukul 02.00, Warung Coto Pettarani di Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, terlihat ramai. Laki-laki paruh baya, anak-anak muda—sebagian perempuan muda berbusana seksi dan bergincu merah menyala—datang dan pergi. Mereka tidak semuanya saling kenal, tetapi disatukan semangkuk coto hangat teman begadang (orang Makassar melafalkannya bagadang atau bagadan).
Di antara mereka ada Munandar (20), mahasiswa Jurusan Teknik Industri Universitas Hasanuddin. Bersama seorang temannya, ia asyik menyeruput kuah coto yang nikmat. ”Seminggu sekali saya pasti mampir ke warung ini. Yah, sekadar mengisi perut sebelum bagadang,” ujar anak muda asal Luwu Timur itu, pertengahan September lalu.
Suasana serupa terlihat di warung coto bagadang di Jalan Urip Sumoharjo. Semakin larut, warung itu semakin ramai. Joe (29) dan Amri (36), malam itu, mampir ke sana. Karyawan perusahaan yang bertugas malam itu langsung memesan dua mangkuk coto. Tidak lama pesanan datang. Mereka berdua menyantapnya dengan ketupat hingga tandas. Kedua laki-laki tersebut sering datang ke warung itu, seminggu bisa 3-4 kali. ”Kadang kami datang sebelum jam 22.00, kadang setelah larut malam,” ujar Amri.
Tren warung coto begadang mulai muncul tahun 2003. Beberapa sumber menyebutkan, pelopornya adalah warung coto bagadang asuhan Haji Andi Sumang. Warung yang ada sejak 23 tahun lalu tersebut awalnya buka dari pukul 08.00 hingga menjelang tengah hari. Warung itu kemudian memperpanjang waktu buka hingga subuh. Belakangan, warung itu buka 24 jam nonstop.
Mulanya, Andi Sumang berjualan coto dekat kantor pelayanan pajak. Namun, saat Jalan Tol Reformasi dibangun tahun 2008, ia pindah ke Jalan Urip Sumoharjo. ”Saya coba buka hingga malam, ternyata ramai pembeli. Banyak dari mereka yang minta saya buka hingga subuh untuk melayani sahur,” kata Sumang.
Coto begadang ternyata menarik banyak pembeli, terutama mahasiswa dan pekerja yang perutnya keroncongan pada tengah malam. Dari situ, beberapa warung coto lain ikut-ikutan begadang, seperti Coto Pettarani, Aroma Coto Gagak di Jalan Gagak, dan Coto Daeng Bagadang di Jalan Sultan Alauddin.
”Setelah bulan puasa, pelanggan terus meminta kami untuk buka 24 jam. Akhirnya, kami turuti permintaan itu. Sekarang, dapur warung coto kami tidak pernah istirahat,” kata Trisnawati.
Makanan sarapan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.