Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Coto, dari Pagi sampai Begadang

Kompas.com - 29/10/2013, 08:48 WIB
SEPERTI minum obat, dulu orang Makassar mengatur waktu untuk menyantap makanan. Namun, aturan tidak tertulis itu makin luntur. Coto, yang semula jadi menu sarapan, kini jadi menu teman begadang.

Pukul 02.00, Warung Coto Pettarani di Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, terlihat ramai. Laki-laki paruh baya, anak-anak muda—sebagian perempuan muda berbusana seksi dan bergincu merah menyala—datang dan pergi. Mereka tidak semuanya saling kenal, tetapi disatukan semangkuk coto hangat teman begadang (orang Makassar melafalkannya bagadang atau bagadan).

Di antara mereka ada Munandar (20), mahasiswa Jurusan Teknik Industri Universitas Hasanuddin. Bersama seorang temannya, ia asyik menyeruput kuah coto yang nikmat. ”Seminggu sekali saya pasti mampir ke warung ini. Yah, sekadar mengisi perut sebelum bagadang,” ujar anak muda asal Luwu Timur itu, pertengahan September lalu.

Suasana serupa terlihat di warung coto bagadang di Jalan Urip Sumoharjo. Semakin larut, warung itu semakin ramai. Joe (29) dan Amri (36), malam itu, mampir ke sana. Karyawan perusahaan yang bertugas malam itu langsung memesan dua mangkuk coto. Tidak lama pesanan datang. Mereka berdua menyantapnya dengan ketupat hingga tandas. Kedua laki-laki tersebut sering datang ke warung itu, seminggu bisa 3-4 kali. ”Kadang kami datang sebelum jam 22.00, kadang setelah larut malam,” ujar Amri.

Tren warung coto begadang mulai muncul tahun 2003. Beberapa sumber menyebutkan, pelopornya adalah warung coto bagadang asuhan Haji Andi Sumang. Warung yang ada sejak 23 tahun lalu tersebut awalnya buka dari pukul 08.00 hingga menjelang tengah hari. Warung itu kemudian memperpanjang waktu buka hingga subuh. Belakangan, warung itu buka 24 jam nonstop.

Mulanya, Andi Sumang berjualan coto dekat kantor pelayanan pajak. Namun, saat Jalan Tol Reformasi dibangun tahun 2008, ia pindah ke Jalan Urip Sumoharjo. ”Saya coba buka hingga malam, ternyata ramai pembeli. Banyak dari mereka yang minta saya buka hingga subuh untuk melayani sahur,” kata Sumang.

Coto begadang ternyata menarik banyak pembeli, terutama mahasiswa dan pekerja yang perutnya keroncongan pada tengah malam. Dari situ, beberapa warung coto lain ikut-ikutan begadang, seperti Coto Pettarani, Aroma Coto Gagak di Jalan Gagak, dan Coto Daeng Bagadang di Jalan Sultan Alauddin.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Warung Coto Pettarani di Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Trisnawati (29), salah satu pengelola Coto Gagak, menceritakan, warung coto itu mulai ikut tren begadang sejak tahun 2005. Sebelumnya warung tersebut hanya buka sampai sore hari, lantas diperpanjang hingga malam. Awalnya, Coto Gagak buka hingga larut malam hanya pada bulan puasa untuk melayani pelanggan yang ingin sahur dengan coto.

”Setelah bulan puasa, pelanggan terus meminta kami untuk buka 24 jam. Akhirnya, kami turuti permintaan itu. Sekarang, dapur warung coto kami tidak pernah istirahat,” kata Trisnawati.

Makanan sarapan

Coto adalah tradisi Makassar. Tidak jelas benar kapan tradisi tersebut mulai ada. Antropolog Universitas Hasanuddin, Tasripin Tahara, menduga, coto berkembang seiring dengan perkembangan perdagangan antarpulau yang melibatkan Makassar. Melalui perdagangan, pengaruh cita rasa asing merembes ke Makassar. ”Di dalam coto yang berempah tajam, ada pengaruh cita rasa Arab yang telah disesuaikan dengan lidah lokal,” katanya.

Anwar J Rachman dan AM Taufan dalam esai ”Coto Mangkasara” (Makassar Nol Kilometer, 2011) berpendapat, ”nenek moyang” coto sebenarnya adalah gantala—semacam makanan berkuah dengan jeroan kuda—yang cukup populer di Jeneponto. Bumbunya hanya garam dan penyedap rasa.

Ada kisah lain yang menyebutkan coto awalnya adalah hidangan sarapan untuk para prajurit yang bertugas di Istana Kerajaan Gowa. Kisah ini yang paling sering dituturkan orang.

Apa pun kisahnya, menurut antropolog Universitas Hasanuddin, Yahya, orang sepakat bahwa coto dulunya adalah menu sarapan. Orang Makassar, lanjut Yahya, punya tradisi menyantap makanan berdasarkan klasifikasi waktu tertentu. Bukan hanya coto, melainkan juga makanan lain.

Budayawan Asdar Muis yang juga ”pengembara kuliner” mengatakan, sampai tahun 1990-an, setiap waktu beranjak, makanan yang disajikan juga berubah. Sebelum pukul 06.00 Wita, orang Makassar biasanya makan bassang (nasi jagung) atau songkolo (nasi ketan ditaburi ikan teri kering).

Pukul 07.00, makanan yang disajikan beda lagi, yakni nasi kuning. Lewat pukul 07.00 hingga tengah hari, giliran coto yang muncul. Di atas pukul 10.00, sop saudara jadi incaran. Saat makan siang, orang biasanya melahap sop kepala ikan dan pallukaloa. Sore hari hingga lepas magrib ada konro.

”Sekarang semua makanan muncul semaunya, dari pagi sampai waktu bagadang. Bermula dari songkolo bagadang, lalu coto bagadang, dan sekarang ada es bagadang. Ini hanya terjadi di Kota Makassar. Di kampung-kampung, orang masih tertib makan makanan sesuai dengan waktunya,” tukas Asdar.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Warung Coto di Makassar.
Kota Makassar memang amat dinamis. Penghuninya bukan hanya orang Makassar, melainkan juga pendatang yang memiliki gaya hidup dan tradisi makan berbeda. Joe yang berasal dari Soppeng, misalnya, tidak punya tradisi kuat makan coto. ”Saya mengenal coto di Makassar. Saya tidak tahu kalau coto dimakan untuk sarapan. Buat saya, coto bisa dimakan kapan saja, pagi, siang, malam, atau subuh,” ujar karyawan swasta itu.

Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya coto dan makanan teman begadang lainnya. Salah satunya, kata Yahya, adalah kian bertambahnya jumlah mahasiswa dari berbagai daerah di Makassar. ”Coto dan makanan begadang lainnya merupakan respons atas kebutuhan mahasiswa dan anak muda yang suka begadang.”

Jika ditelusuri lebih dalam lagi, penyebaran kulkas ke Makassar tahun 1980-an juga berperan mengubah klasifikasi waktu makan hidangan tertentu. Haji Makmur Daeng Tutu (61), pemilik Warung Coto Nusantara, menceritakan, sebelum ada kulkas, ia harus ke pasar pagi-pagi untuk belanja.

”Pulang dari pasar langsung masak. Begitu matang kita jual sebab setelah 3-4 jam, rasa kuah coto tidak enak lagi. Itu sebabnya pedagang coto dulu tidak bisa jualan sampai sore,” kata Makmur.

Setelah ada kulkas, pedagang bisa menyimpan daging dan masak kapan saja ia mau. Sejak saat itu, pedagang bisa masak coto berkali-kali untuk pelanggan yang ingin menyantapnya mulai sarapan, ngemil siang, sampai teman bagadang. (Budi Suwarna dan Aswin Rizal Harahap)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Jalan Jalan
YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Jalan Jalan
Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Jalan Jalan
Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Travel Update
Pendaki Penyulut 'Flare' di Gunung Andong Terancam Di-'blacklist' Seumur Hidup

Pendaki Penyulut "Flare" di Gunung Andong Terancam Di-"blacklist" Seumur Hidup

Travel Update
10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

Jalan Jalan
Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Travel Tips
Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com