Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kimchi", Perencanaan Masa Depan Mulai dari Dapur

Kompas.com - 04/10/2014, 17:55 WIB
Budi Suwarna

Penulis

KOMPAS.com - Tradisi merencanakan sesuatu di masa depan dilakukan orang Korea sejak di dapur. Menjelang musim semi, mereka ramai-ramai membuat ”kimchi”—asinan sayur terutama kubis, lobak, dan mentimun yang difermentasi—agar tetap bisa makan sayur di musim dingin.

Kimchi sudah seperti makanan pokok buat orang Korea. Menu apa pun hampir pasti disantap bersama kimchi. Itu sebabnya, kimchi menjadi sangat penting dalam kehidupan orang Korea.

Akhir pekan pertama September, tiga hari menjelang hari raya Chuseok atau thanksgiving ala Korea, Kim Jum-soon (52) sibuk membuat kimchi di emperan sebuah gudang di depan kebun sayur-mayur milik keluarganya di seberang Stadion Utama Asiad, Incheon, Korea Selatan, yang digunakan untuk Asian Games.

”Anda sungguh beruntung bisa melihat saya membuat kimchi di sini. Biasanya saya membuat kimchi di rumah, bukan di kebun. Hanya karena Chuseok, saya membuat kimchi di sini,” ujar Kim. Beberapa kali Kim menelepon anaknya dengan nada riang untuk memberikan kabar ada wartawan Indonesia yang tiba-tiba datang untuk melihat dia membuat kimchi.

Seperti Lebaran buat orang Indonesia, Chuseok adalah hari raya utama di Korsel. Menjelang Chuseok, masyarakat berbondong-bondong mudik, pulang kampung, untuk berkumpul bersama keluarga. Saat itulah mereka akan makan-makan bersama keluarga dengan menu lengkap. Dan, kimchi harus selalu ada di meja makan.

Untuk menyambut tetamu selama Chuseok yang jatuh pada 8 September, Kim membuat 30 kilogram kimchi. Dia bekerja sendirian di gudang kecil di kebun sayur-mayur keluarga seluas 1.200 meter persegi.

Dia memetik sendiri sayuran, mencucinya berkali-kali hingga benar-benar bersih. Kemudian, ia membuat sausnya yang terdiri dari campuran pasta cabai segar, cabai bubuk, air buah palem, bawang putih, bawang bombai, sejenis jahe, bubuk cabai, dan sejenis pasta beras yang telah difermentasi.

Bumbu itu dia aduk dengan sayur-mayur. Ia memastikan semua permukaan sayur-mayur termasuk sela-selanya tersapu bumbu tersebut. Setelah itu, sayur-mayur itu ia masukkan ke dalam wadah plastik.

”Ini semua siap difermentasi, dimasukkan ke kulkas khusus kimchi. Kami akan menyimpannya selama berbulan-bulan agar sayuran ini mengalami fermentasi,” kata Kim.

Bagian dari ketahanan pangan

Kim menjelaskan, kimchi yang ia buat hari itu adalah kimchi segar atau geotjeori kimchi. Kimchi jenis ini hanya diperam beberapa hari sehingga belum mengalami proses fermentasi. Dia menyodorkan sejumput geotjeori segar yang baru dibuatnya. Rasanya seperti asinan sayur: pedas, gurih, dan segar. Tekstur sayur-mayurnya masih terasa garing.

Kimchi yang lebih banyak dikonsumsi umumnya jenis gimjang atau kimchi yang diperam lama sehingga terfermentasi. ”Untuk konsumsi di musim dingin, biasanya kami memeram kimchi 1-2 bulan atau setahun. Saya masih punya persediaan kimchi yang diperam tahun lalu,” ujar Kim yang lebih menyukai kimchi yang tidak terlalu pedas dan tidak terlalu lama diperam.

Sebagian orang Korsel lebih menyukai kimchi yang diperam lebih lama, misalnya dua tahun atau lebih. Pengusaha asal Busan yang menemani Kompas, Oh Joo-suk, termasuk penyuka kimchi yang difermentasi cukup lama. Karena itu, ia mampu mengenali kimchi yang diperam dalam hitungan bulan atau tahun.

Di sebuah restoran di Gangnam, ia mencicipi sepotong kimchi dan merasakannya agak lama. Lantas ia berujar dengan wajah serius, ”Kimchi ini baru diperam sekitar enam bulan. Yang ini setahun.” Lama pemeraman memang menentukan rasa kimchi. Semakin lama diperam, rasa kimchi semakin asin dan berkurang rasa pedasnya.

Dahulu, orang Korea biasanya membuat kimchi dalam jumlah banyak menjelang musim gugur, yakni sekitar November. Makanan fermentasi itu akan menjadi bekal orang Korea selama melewati musim dingin yang panjang.

Ini bagian dari strategi ketahanan pangan orang Korea. ”Kalau tidak membuat kimchidi musim gugur, dulu orang Korea tidak bisa makan sayur di musim dingin,” kata Kim Jum-soon.

Untung, zaman terus berkembang. Orang Korsel sekarang bisa makan sayur kapan saja. Pasalnya, mereka bisa bertani di rumah kaca yang bisa diatur suhunya. ”Dulu orang harus merencanakan kapan menanam sayuran dan kapan memanennya,” kata Joo-suk.

Dulu, orang Korea juga harus menghitung saat yang tepat untuk membuat kimchi. Orang tidak bisa bikin kimchi saat udara terlalu panas karena kimchi akan rusak. Maklum, zaman dulu orang membuat kimchi di gentong-gentong besar. Gentong itu lalu dipendam di dalam tanah agar suhunya terjaga.

CATATAN:
Tulisan ini merupakan cuplikan dari tulisan utuh di Harian Kompas edisi Jumat (3/10/2014) berjudul Dalam Sengatan "Kimchi" karya Budi Suwarna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com