Pantai Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Bali. Sekitar 100 meter dari bibir pantai, yang kini terkikis abrasi itu, berdiri warung-warung makan yang secara demonstratif memampang berbagai menu olahan ikan, mulai dari sop kepala ikan, sate lilit ikan, hingga bakso ikan.
Menu-menu itu nyaris sama di setiap warung makan. Salah satu menu andalan adalah sop kepala ikan, menu khas yang juga dimiliki daerah-daerah penghasil ikan di Indonesia, seperti Sumatera, Sulawesi, dan kawasan Indonesia timur lainnya.
Bedanya, sop kepala ikan khas Bali, khususnya yang disajikan di Pantai Lebih, memiliki kuah kuning berwarna jernih serupa kuah soto bening tanpa santan. Cita rasanya pun sangat mirip soto, hanya potongan kepala ikan di dalamnya yang membedakan antara sop kepala ikan dan soto.
Namun sesungguhnya, kuliner asli Bali yang terbuat dari olahan ikan ialah sate lilit. Jejak sate lilit ikan ini rupanya justru berasal dari Pantai Lebih yang pada masa lalu dikenal sebagai penghasil ikan. ”Orang kenal sate lilit ikan itu, ya, asalnya dari Pantai Lebih ini,” ujar Ketut, warga Bali.
Tanpa harus berlayar terlalu jauh, nelayan di Pantai Lebih bisa membawa pulang ikan dalam berbagai jenis yang kemudian dijual di pasar ikan dan dinikmati masyarakat sekitar Pantai Lebih. Ikan yang berlimpah itu oleh warga kemudian diolah menjadi sate lilit ikan.
Pemilik Warung Indah, Nyoman Muryani (36), menuturkan, dahulu setiap ikan yang berukuran besar dan segar dapat diolah menjadi sate lilit ikan. Misalnya ikan tongkol item (hitam) yang banyak ditangkap nelayan Pantai Lebih.
”Sate ikan ini biasa dimakan bersama nasi sela, nasi yang dicampur ubi rebus, dan sambal matah. Rasanya sudah enak sekali,” tutur Muryani, Kamis (21/5/2015) sore.
Di warung makan yang dikelola Muryani, sate ikan disajikan dalam ukuran kecil, tidak lebih dari ukuran ibu jari orang dewasa. Setiap porsi berisi enam tusuk seharga Rp 5.000. Murah meriah.
Meski berukuran kecil, cita rasa ikan yang gurih terasa kuat saat sate digigit dan masuk ke dalam mulut. Baluran rempah yang melimpah membuat setiap gigitan sate lilit ikan kaya rasa. Tidak ada lagi jejak aroma amis.
Menurut Muryani, sebelum dicampur bumbu dapur komplet, daging ikan itu digiling terlebih dahulu hingga lembut. Untuk menghilangkan aroma amis ikan, Muryani menambahkan serai, daun salam, dan daun jeruk purut. ”Kalau ikannya lebih bertekstur, saat matang, sate terasa empuk saat digigit. Tidak alot,” tambah Muryani.
Saat ini sate lilit ikan terbuat dari bahan baku terpilih, yaitu campuran ikan tuna dan ikan marlin. Kualitas ikan yang digunakan, ujar Muryani, sangat berpengaruh agar daging ikan yang telah digiling menempel kuat pada bambu yang menjadi tusuk sate. ”Kalau ikannya jelek, enggak mau menempel,” kata Muryani.
Beralas tikar
Muryani adalah generasi kedua di Warung Indah. Warung yang berada paling ujung, hanya berjarak lebih kurang 100 meter dari bibir Pantai Lebih itu, dahulu didirikan oleh ibu mertuanya, Ibu Mangku.
”Dulu tahun ’90-an, warung di sini hanya ada empat buah. Orang makan, duduk di atas pasir hanya beralas tikar. Dulu jaraknya ke pantai juga masih tiga kali dari jarak sekarang dan tepat menghadap pantai. Kalau sekarang, kan, menghadap ke barat,” terang Muryani. Dalam posisi menghadap ke barat, pemandangan ke arah Pantai Lebih hanya bisa disaksikan melalui jendela yang terbuka di bagian samping, di sisi kanan dan kiri dari tempat duduk.
Sejak tahun 2004, pasokan ikan dari Pantai Lebih merosot drastis sebagai akibat reklamasi Pulau Senggarang. Hal ini membuat nelayan Pantai Lebih berhenti melaut. Muryani dan para pengelola warung makan di Pantai Lebih yang saat ini berjumlah 12 warung harus berbelanja ikan hingga ke Benoa (Nusa Dua) dan Kedonganan (Badung) yang jaraknya cukup jauh dari Gianyar.
”Konsumen di Pantai Lebih ini umumnya memang orang Bali. Kalau turis agak jarang,” kata Muryani. Warung Indah menjadi salah satu warung yang ramai dikunjungi pembeli karena letaknya di dekat pantai. Sambil menikmati makanan, pengunjung bisa melemparkan pandangan ke pantai yang biru, dengan debur ombak yang menampar keras bebatuan pantai.
Dalam satu hari, Muryani menghabiskan rata-rata 15 kilogram ikan. Untuk menu ikan bakar, biasanya menggunakan ikan cakalang atau snapper. Untuk ikan goreng, Muryani lebih banyak menggunakan ikan tenggiri, sedangkan sop kepala ikan menggunakan ikan barramundi.
Ikan dan pantai memang satu kesatuan yang saling melengkapi. Di Pantai Lebih, keduanya berpadu menghadirkan sajian yang memuaskan lidah dan pemandangan yang memanjakan mata. (DWI AS SETIANINGSIH)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.