Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyapa Alam di Kupatan Gunung Kendeng

Kompas.com - 24/07/2015, 18:39 WIB
Sukinah memaknai tradisi kupatan yang dilaksanakan saat ini tidak hanya memperbaiki hubungannya dengan sesama, tetapi juga dengan alam. ”Dulur-dulur (saudara-saudara saya) setiap Lebaran sudah saling memaafkan, tapi untuk alam semesta tidak pernah dilakukan,” kata Sukinah.

Beras untuk mengisi selongsong ketupat mereka kumpulkan dari hasil panen di lahan sawah sekitar desa. Air untuk menanak nasi diambil dari mata air di lereng karst Gunung Kendeng. Prosesi pembuatan 3.150 ketupat dilakukan semalaman.

Sukinah mengibaratkan bahwa bumi beserta tanahnya telah membuat kenyang dan air bisa menghidupi saat kemarau datang. Keterikatan dengan semesta itulah yang menyatukan warga menggelar ketupatan secara swadaya.

Menjelang sore, seusai berdoa warga mengarak gunungan ketupat berkeliling desa. Potongan ketupat yang dibawa dengan tenggok (wadah dari bambu) dibagikan ke setiap rumah yang mereka lalui. Ratusan lembar pamflet berisi ajakan melindungi kawasan Gunung Kendeng dari penambangan turut disebarkan.

Di antara ratusan warga tampak Wasinah, warga, menggendong cucunya berjalan pelan mengikuti rombongan dari belakang. Tangan kanannya menggenggam ketupat untuk dibagikan kepada siapa saja yang ditemui.

”Semua saya beri ketupat, tidak membedakan sedulur yang membela Kendeng atau dulur pro-semen,” ucap Wasinah. Karena kehadiran pembangunan pabrik semen dirasakan juga turut memecah tali silaturahim antarwarga atau sanak saudara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com