Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbatik dan Ber-Andong di Kota Solo

Kompas.com - 07/10/2015, 14:40 WIB
BERTEPATAN dengan Hari Batik Nasional, Yayasan Warna Warni mengajak peminat budaya bangsa jalan-jalan ke kota Solo. Berseragam batik sogan, mereka keliling kota naik andong, kereta kuda Khas Solo dan Yogya. Mereka belajar menikmati batik. Tentu saja ”wajib” menikmati kuliner setempat, termasuk nasi liwet.

Jumat pagi. Solo disiram matahari. Jarum jam baru saja menunjukkan pukul 08.00. Namun, kesibukan sudah mulai menampakkan denyutnya. Di salah satu sudut Kota Solo, yang bernama Gading atau ”nggading” dalam lafal wong Solo, ada soto gading. Pagi itu, warung sudah dipadati orang yang akan ngiras alias makan di tempat. Denting sendok garpu berbaur dengan kesibukan pelayan meladeni pembeli.

Kuah soto yang panas mengepul. Sambal merah dan kecap manis menggoda selera. Tempe garit, sosis solo, sate telur puyuh, karak, dan segelas teh panas yang manis dan kenthel pun sukses memuasi selera.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Suasana di pabrik Batik Keris di Solo, Jumat (2/10/2015).
Hari itu, bertepatan dengan Hari Batik Nasional, para pencinta budaya yang tergabung dalam Wisata Budaya Warna-Warni Indonesia (WWI) dalam rangkaian tur Warisan Bengawan Solo pun njujug atau langsung menuju soto gading. Para peserta yang umumnya berasal dari Jakarta berdandan cantik dengan dress code batik sogan nan elegan. Di antara mereka ada Nina Akbar Tandjung yang kebetulan berasal dari Kampung Purwotomo, Solo.

Modelnya sungguh sangat beragam. Beberapa di antaranya memadukan atasan batik sogan mereka dengan kulot, celana jeans, dan rok. Sementara sebagian lagi memilih mengenakan model rok terusan. yang penting batik, dan jangan lupa harus sogan.

Giwang mutiara dan kalung-kalung unik yang melingkar di leher para peserta semakin menonjolkan keindahan batik sogan yang membalut tubuh-tubuh nan ramping dan wangi para peserta. Untuk menghalau panas, para peserta mengenakan kacamata hitam dan topi lebar yang serasi dengan dandanan mereka.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Museum Batik Danarhadi.
Naik andong

Setelah menandaskan bermangkok-mangkok soto, para peserta wisata yang berjumlah hampir 100 orang itu memulai perjalanan dengan mengendarai andong. Ini adalah kesempatan langka karena di Solo, andong kini menjadi alat transportasi yang makin sulit ditemui. Di hari-hari biasa, hanya ada tiga andong yang mangkal di sekitar keraton, melayani kebutuhan wisatawan. Dulu sampai era 1970-an, andong adalah angkot, alias angkutan kota yang menjalani rute dari pasar ke pasar, atau dari Solo ke Kartasura.

Para peserta berebut naik ke atas andong dengan tergesa. Andong-andong yang berjumlah 25 unit itu pun membuat jalanan di depan warung soto gading tersendat. Namun, yang ada justru raut-raut wajah yang sangat antusias mengarahkan pandangan ke andong-andong yang dihias cantik dan penumpang-penumpang cantik berbatik. Sebagian justru mengeluarkan telepon seluler untuk mengambil gambar dan melambai-lambaikan tangan....

Di sepanjang jalan menuju Cemani, sekelompok remaja dari Komunitas Jas Merah (Remaja Solo Melek Sejarah) duduk di kursi depan andong. Mereka bertugas menjadi pemandu dalam perjalanan tersebut.

Pratika (17), salah seorang pemandu, dengan lancar menerangkan segala hal yang berhubungan dengan rute yang dilewati konvoi andong. Mulai sejarah kawasan Gading, perpecahan keraton, nama-nama kampung di Solo yang berhubungan dengan batik, seperti Cemani, Kabangan, dan Mutihan, serta bagaimana sejarah batik bermula di Solo hingga bangunan-bangunan bersejarah yang ada di sekitar rute yang dilewati.

Salah satunya adalah bangunan pondok pesantren Jamsaren yang berlokasi di Kecamatan Serengan. Menurut catatan sejarah, pondok pesantren Jamsaren merupakan pondok pesantren tertua di Solo. ”Dibangun sekitar tahun 1750, tetapi sempat vakum hingga hampir 50 tahun karena oleh Belanda, santri-santrinya dianggap pengikut Pangeran Diponegoro,” kata Pratika.

Jajal membatik

Sampai di Pusat Batik Keris di kawasan Cemani, para peserta diajak mencoba membatik dengan teknik berbeda, yaitu cap dan tulis. Peserta yang umumnya perempuan sangat antusias menerima tawaran tersebut.

Bahkan, meski berada di dalam pabrik yang membuat mereka cepat berpeluh, tidak ada peserta yang beranjak dari sana dengan tergesa. Satu-satu mereka menjajal proses membatik dengan cap dan memberikan warna. Lalu bertekun menyelesaikan pekerjaan mereka.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Batik Solo Carnival
Apabila dilihat dari hasilnya, banyak di antara peserta yang terlihat sudah beberapa kali mencoba membatik. Meski demikian, keluhan bahwa membatik membutuhkan ketekunan, kesabaran, dan ketelitian tetap terdengar dari para peserta. ”Susah ya prosesnya. Makanya harganya juga mahal,” kata Neneng.

Menjelang sore, setelah menghabiskan waktu di Galeri Batik Keris, para peserta menikmati kesempatan menonton Solo Batik Carnival berupa parade on the street di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, yang digelar untuk memperingati Hari Batik Nasional. Sebelumnya, mereka dihibur Drum Corps Cendrawasih Akademi Kepolisian.

Untuk menutup malam, peserta diajak ke Museum Batik Danarhadi yang berlokasi di Jalan Slamet Riyadi. Di sana, para peserta berkesempatan menikmati koleksi kain-kain batik yang berusia puluhan dan ratusan tahun dengan motif batik yang amat beragam dari setiap periode.

Tidak hanya cantik, kain-kain batik tersebut juga memiliki kisah yang berkait erat dengan kondisi sosial politik saat itu. ”Ini sungguh kekayaan yang luar biasa. Apalagi jumlahnya sangat banyak, komplet sekali koleksinya,” kata Tity Hatta.

Seharian beraktivitas, para peserta nyaris sudah menikmati semua makanan khas Solo. Dimulai dengan soto gading, peserta juga berkesempatan menikmati menu khas Solo, seperti sate kere dan lodeh kluwih saat makan siang.

Ada juga kue-kue tradisional khas Solo yang disajikan dalam tenong berukuran besar, seperti carang gesing, serabi notosuman, getuk, dan ketan Mbok Kedul. Semuanya disajikan saat minum teh sore ketika kantuk dan penat mulai berdesir. Sementara untuk makan malam, ada selat solo, bakmi godhog, nasi liwet, dan berbagai sajian lainnya.

Solo, tentu hanya salah satu kekayaan budaya Indonesia.... (Dwi As Setianingsih)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Oktober 2015, di halaman 25 dengan judul "Berbatik dan Ber-Andong di Kota Solo".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com