Difasilitasi Balai TNGC, satu per satu warga desa bergabung dalam KPMBL yang kini beranggotakan 50 orang. Mereka mendapat penyuluhan hingga pelatihan untuk memanfaatkan potensi kaki Gunung Ciremai, tanpa menggarap lahan.
”Sekarang, baru terasa. Koloni lebah semakin banyak karena pohon tidak ditebang. Apalagi, pengunjung di Batu Luhur mulai memesan madu dan cuing,” lanjut Dodo.
Untuk sebotol madu ukuran 600 mililiter, misalnya, harganya Rp 250.000. Padahal sebelumnya, masyarakat setempat hanya memanfaatkan madu dan cuing untuk konsumsi rumah tangga. Kini, hasil alam itu telah dikirim ke Cirebon hingga Jakarta.
Kebakaran
Upaya menjaga hutan di Ciremai tidak gampang. Selain harus mengubah kebiasaan bercocok tanam di hutan, masyarakat setempat juga dihadapkan dengan kebakaran hutan. Tahun ini, tercatat 127 hektar hutan di TNGC dilahap api.
Di kawasan wisata Lambosir, Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus, Kuningan, misalnya, menjadi salah satu sumber titik api kebakaran hutan saat kemarau ini. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok Ciremai Green Lambosir bersama Balai TNGC Kuningan rela tak tidur di rumah bergantian menjaga hutan. Mereka berjaga di pondok yang berada 800 mdpl.
”Penyebabnya diduga dipicu dari masyarakat. Tetapi, yang terpenting bersiaga,” kata Beni Putra Pamungkas, Ketua Ciremai Green Lambosir.