Bunyi lonceng Gereja Katolik Santo Arnoldus Waelengga mengajak warga di Kota Waelengga untuk bergegas mengikuti ibadat Ekaristi harian. Sebagian warga bergegas menyiapkan diri untuk menghantar anak-anak mereka ke sekolah.
Selain itu, sebagian warga petani bersiap-siap ke ladang dan sawah walaupun cuaca panas sedang melanda wilayah itu. Hujan yang dinantikan warga belum juga turun.
Berbagai permohonan terus dilantunkan agar air hujan membasahi ladang-ladang yang sudah ditanami jagung serta padi. Dan juga sawah yang sebagiannya sudah ditanami padi.
Sebagian warga mengendarai sepeda motor sambil membawa sekop, parang serta berbagai keperluan lain. Dan sebagiannya lagi menumpangi dumtrup.
Sementara Pastor Paroki Santo Arnoldus Waelengga, Pastor Hieronimus Jelahu, Pr mengendarai sepeda motor sampai di sebuah Kapela di Kampung Sambikoe yang sudah dinantikan oleh sejumlah Frater dan umat.
Apa sesungguhnya kegiatan hari itu? Aktivitas hari itu adalah menyusuri hutan yang beranjak dari Kampung Sambikoe menuju ke Mata Air Nuling dengan menyusuri Sungai Waelengga.
Sebelumnya Romo Roy, sapaan akrab oleh umat Waelengga memberkati anakan Pohon Ara yang berada di depan Kapela Sambikoe. Setelah anakan Pohon Ara diberkati, satu per satu anakan pohon itu diambil untuk diangkut di Dumtruk menuju ujung Kampung Sambikoe.
Sambil tangan memegang anakan Pohon Ara, perjalanan mulai menuruni perkebunan Jambukoe Mete. Petualangan mulai dilakukan dengan mendaki bukit-bukit kecil.
Setiba di tempat yang datar, pemandu sedang menunggu semua rombongan untuk memberikan arahan sesuai dengan adat istiadat setempat.
Ada larangan yang harus ditaati selama perjalanan. Selesai arahan, perjalanan mulai dilakukan lagi dengan menuruni hutan. Di tengah perjalanan, rombongan disambut dengan suara burung.
Berpetualang di tengah hutan rimba sungguh terasa nuansa alamnya. Rombongan Frater bersama dengan umat menikmati perjalanan yang sungguh sangat indah. Alam memberikan keindahan dengan pohon-pohon yang besar tanpa campur tangan manusia.
Walaupun cuaca panas akibat pemanasan Global di wilayah Kota Waelengga tak terasa ketika berada di tengah hutan tersebut.
Menyusuri hutan rimba yang dipandu tua adat itu terus memberikan semangat kepada para frater dan warga Waelengga untuk mencapai di Sumber Mata Air Nuling.
Setelah melewati hutan itu, rombongan mulai menyusuri Sungai Waelengga. Kelelahan mulai terasa, dan keringat membasahi seluruh tubuh.
Namun, ketika menyusuri sungai itu terasa kesejukan yang disuguhkan alam. Sesekali menyentuh air Sungai yang dingin. Air sungai itu terus mengalir tanpa kenal lelah. Bahkan, air itu mengalir di celah-celah batu besar.
Satu per satu rombongan diperciki air oleh tetua adat agar terhindar dari bahaya. Selanjutnya secara bergantian rombongan mencuci muka di pancuran dari Bak Penampung.
Rombongan beristirahat di batu-batu besar sekitar Sumber Mata Air itu. Ada yang bercerita, minum air, makan biskuit dan permen. Sehigga akhirnya tenaga sudah pulih kembali.
Menanam Pohon Ara
Tua adat Suku Seso, Damianus Tarung membuat sebuah ritual adat di sekitar Sumber Mata Air. Ia menyapa alam dan leluhur agar merestui kegiatan menanam pohon Ara untuk keberlanjutan sumber mata air tersebut.
Selanjutnya Romo Roy memimpin ibadat singkat di tengah sungai agar kegiatan menanam pohon Ara di sekitar Sumber Mata Air Nuling berjalan lancar. Sesudah itu, anakan Pohon Ara itu diritualkan dengan mengambil air dari pancuran di bak penampung tersebut.
Romo Roy mengungkapkan, Gerakan Menanam Pohon di sekitar Sumber Mata Air demi melindungi keberlangsungan dan keberlanjutan mata air.
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia di dunia. Menjaga, melindungi dan menanam kembali pohon disekitar sumber mata air dapat menghidupkan generasi manusia di masa mendatang.
“Kita menanam hari ini untuk anak cucu kita di masa depan. Kebutuhan air adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Saya mengucapkan terima kasih banyak atas kunjungan para Frater Ledalero sekaligus bersama umat menanam pohon disekitar mata air. Kali ini Pohon Ara di sekitar Sumber Mata Air Nuling. Ke depannya akan ditanami pohon beringin dan pohon-pohon lainnya,” jelasnya.
Damianus Tarung, Tua adat Suku Seso menjelaskan, buah dari Pohon Ara dimakan oleh burung-burung serta musang. Jadi apabila di tengah hutan hidup pohon Ara maka disitu tempat bernaungnya binatang musang.
Itulah Sungai Waelengga di Flores, sebagai tempat berpetualangan di tengah hutan sambil menanam pohon sekaligus berwisata, menikmati alam serta indahnya air terjun Tiwu Repot.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.