Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Tua Punya Cerita...

Kompas.com - 24/03/2016, 13:04 WIB

Revitalisasi sudah akrab dengan Kota Tua Jakarta. Belanda pernah membangun, membongkar, lalu membangun lagi kawasan Oud Batavia pada 1912 dan baru selesai tahun 1929.

”Bangunan yang ada sekarang merupakan hasil revitalisasi pertama oleh Belanda. Jadi bukan bangunan abad ke-18. Gayanya pun art deco. Jalan-jalan sekitarnya mengadopsi pola lama, tetapi kanal diuruk akibat banjir. Ternyata malah banjir besar tahun 1918. Itu salah satu kegagalan revitalisasi Belanda,” kata arkeolog Candrian Attahiyat.

Revitalisasi kembali dilakukan pada masa Gubernur Ali Sadikin dengan mempercantik Taman Fatahillah dan memanfaatkan bangunan telantar menjadi museum.

Sayangnya, upaya ini terbentur peristiwa Malari tahun 1974 yang membuat investor takut dan meninggalkan kawasan ini. Puncaknya pada 1998 ketika krisis moneter yang membuat banyak bangunan ditinggalkan pemiliknya.

Revitalisasi dimulai kembali pada 2005. Tahun 2013, Pemprov DKI Jakarta menggandeng PT Jakarta Old Town Revitalization Corp (JOTRC) untuk memugar bangunan sekaligus menggandeng mitra swasta dalam pemanfaatan dan pengelolaan Kota Tua.

Sudah banyak perbaikan, tetapi masih menyisakan pekerjaan rumah, seperti Kali Besar yang masih bau dan masih banyak bangunan tua yang hampir roboh.

”Pengembangan Kota Tua diarahkan sebagai tempat to live, to work, to play. Gedung-gedung diperbaiki fisiknya, lantas dimanfaatkan, tidak dibiarkan kosong, sehingga tidak hanya menjadi benda mati,” kata Yayat Sujatna, Project Director JOTRC.

Nasib Braga

Di Bandung, Braga menjadi jalanan paling tenar yang menjadi sasaran orang berswafoto. Beberapa pasang kekasih tampak menjalani pemotretan pranikah.

Rd.Ramanda Jahansyahtono Chez Bon Hostel terletak di tengah Jalan Braga, tepatnya di Jl. Braga No.45, Sumur Bandung.
Seorang fotografer pernikahan, Alex (26), mengatakan, Braga merupakan salah satu pilihan utama membuat foto pranikah. Arsitektur bangunan klasik dan lukisan yang dijajakan di pinggir jalan menjadi pemanisnya.

Meski hanya bagian kecil dari heritage atau cagar budaya Bandung, Braga berandil besar membuat kota ini dijuluki ”Parijs van Java” atau ”Parisnya Jawa”. Jalan selebar 9 meter ini menjadi tempat tongkrongan baru ketika Gedung Societet Concordia, sekarang Gedung Merdeka, dibangun di pojok barat simpang Braga.

Tidak hanya sebagai tempat berkumpul, juga berkembang menjadi tempat bermain musik dan berdansa, seperti disebutkan dalam buku Her Suganda, Jendela Bandung: Pengalaman Bersama Kompas.

Di depan Societet, berdiri De Vries, toko kelontong terbesar. Restoran mewah juga ada, seperti Maison Bogerijen (Braga Permai) hingga Het Snoephuis (Sumber Hidangan) yang memuaskan dahaga dan perut keroncongan pelintas Braga.

Tidak ketinggalan, rumah mode Au Bon Marche hingga Onderling Belang yang membuat anak muda saat itu tak ketinggalan mode yang tengah tren di Eropa. Braga menjadi kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda.

Pesona Braga mengundang banyak pelukis tenar mampir dan berkarya, seperti Affandi, Barli, dan Basuki Abdullah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com