Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Timah di Pulau Bangka

Kompas.com - 31/03/2016, 20:45 WIB

Setiap gantungan kunci yang bergambarkan peta Bangka Belitung dihargai Rp 25.000. Dari setiap gantungan kunci itu, Dino mendapat upah Rp 5.000. Dalam satu hari, ia dapat menghasilkan 10 gantungan kunci.

Selama tiga tahun terakhir, Dino menggantungkan hidup sebagai perajin timah. Menurut dia, timah sudah menjadi komoditas utama di Bangka. Tak heran, wisatawan di Bangka mencari pernak-pernik berbahan timah.

Sarono (42) lebih berpengalaman menjadi perajin. Ia sudah lima tahun menggeluti bidang ini. Ia mahir membuat miniatur kapal berbahan timah. Harga setiap kapal ini bisa mencapai Rp 15 juta, tergantung dari ukuran dan tingkat kesulitannya.

Hiasan kapal buatan Sarono pun beragam, mulai dari berbentuk kapal pinisi sampai Dewa Ruci. Bentuk kapal disesuaikan dengan permintaan pelanggan.

Pembuatan satu kapal membutuhkan waktu paling tidak 10 hari. Sebagai perajin upahan, Sarono memperoleh penghasilan Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per bulan.

Bukan hanya pernak-pernik, timah juga dijadikan elemen untuk bahan dasar pembuatan produk elektronik ataupun gawai. ”Itulah yang membuat timah masih terus dibutuhkan,” ujar Taufik.

Walau bermanfaat, timah juga mengundang konflik. Kegiatan penambangan di kawasan lepas pantai menyulut protes dari nelayan. Kegiatan kapal keruk berdampak terhadap berkurangnya hasil tangkapan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Kepulauan Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, eksploitasi dengan kapal isap produksi (KIP) timah membuat 60 persen terumbu karang di Laut Bangka rusak. Sampai saat ini, kata Ratno, ada sekitar 300 izin yang dikeluarkan untuk penambangan di bawah Laut Bangka.

Ia menuturkan, dalam melakukan eksploitasi, KIP dan kapal keruk menggali dasar laut dengan kedalaman 15 meter. Adapun pipa jangkauan KIP bisa mencapai 25 meter. Penggalian akan merusak tatanan dasar laut.

Ekosistem bawah laut di Belitung jauh lebih baik dan terpelihara dibandingkan dengan di Pulau Bangka. Alasannya, eksploitasi di Belitung tidak segencar di Pulau Bangka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com