Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Sengketa Usai di Pulau Berhala

Kompas.com - 04/04/2016, 19:24 WIB

BRIGADIR Satu Hairi menghampiri seorang laki-laki yang kebingungan di sisi timur Pulau Berhala. Rupanya, laki-laki yang baru datang dari Pulau Singkep di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, itu mencari kenalannya di Pulau Berhala.

”Dia salah kampung, orang yang dicarinya ada di kampung lain,” ujar Hairi seraya meminta seorang anak mengantar laki-laki itu.

Laki-laki itu mencari orang yang tinggal di Kampung Jambi, sebelumnya ia mencari di Kampung Kepri. Ia tersenyum saat tahu orang yang dicarinya memang tinggal di Pulau Berhala walau kampungnya berbeda.

Camat Singkep Selatan, yang wilayah kerjanya termasuk Pulau Berhala, M Zaman, mengatakan, luas pulau itu 60 hektar, penduduknya tidak sampai 50 keluarga. Sudah bertahun-tahun pulau itu ”terbelah”.

Pangkalnya adalah sengketa kepemilikan pulau antara Jambi dan Riau. Setelah Kepri berdiri pada September 2002, sengketa berubah menjadi antara Jambi dan Kepulauan Riau. Pada Februari 2013, Mahkamah Konstitusi menetapkan Kepri sebagai pemilik pulau itu.

Namun, orang dan Pemerintah Provinsi Jambi telanjur punya aset di sana. Pemprov Jambi membangun 10 rumah, balai pertemuan, puskesmas, SD, dermaga, dan gapura selamat datang di pulau itu. Ada juga prasasti yang menegaskan kepemilikan Jambi atas pulau itu.

Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, merapikan makam tua yang disebut sebagai makam Datuk Berhala. Tokoh itu disebut sebagai salah satu dasar klaim Jambi atas Pulau Berhala.

Setelah keputusan MK pada Februari 2013, Pemprov Jambi tidak lagi mengurus puskesmas, sekolah, dan gapura. Prasasti kepemilikan atas pulau itu ditutup cat. Hanya sebagian rumah dan balai masih digunakan. Lingkungan tempat rumah dan balai itulah yang disebut Kampung Jambi. Bagian lain dari pulau itu disebut Kampung Kepri.

Di Kampung Kepri, Pemprov Kepri sudah membangun puluhan rumah, SD, masjid, kantor-kantor desa, puskesmas. Tinggal dermaga yang belum dibangun.

”Dermaga lama rusak kena ombak. Belum bisa diperbaiki karena lahannya punya orang Jambi,” ujar Zaman.

Hanya di tempat dermaga lama yang cocok dijadikan lokasi tambat. Sisi lain pulau itu tidak cocok karena perairannya dangkal dan banyak granit besar di dasar laut.

”Kalau persoalan lahan ini sudah beres, dermaga bisa dibangun. Kami dengar Pemprov Kepri sedang berusaha mengontak pemilik lahannya, dia tinggal di Jambi,” tuturnya.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Kunjungan wisata ke Pulau Berhala di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, tumbuh pesat setahun terakhir. Keindahan pantai berpasir putih di pulau ini menjadi daya tarik utama, selain pesona bawah lautnya yang menawan. Namun, pulau itu tak memiliki dermaga sehingga wisatawan yang hendak pulang harus dialihkan dengan perahu untuk naik ke atas kapal seperti terlihat Minggu (21/6/2015).
Penataan

Zaman berharap, Pemprov Kepri segera membangun pulau itu. Setelah MK menyatakan Pulau Berhala milik Kepri, Pemprov Kepri menyatakan pulau itu akan dijadikan salah tujuan wisata andalan.

Pemprov Kepri memang sudah mulai mewujudkan rencana itu dengan membersihkan areal pantai dari permukiman. Rumah-rumah warga dipindah menjauh dari pantai.

”Seluruh tanah di Kampung Kepri memang punya Pemprov Kepri. Berbeda dengan di Kampung Jambi, banyak yang punya perorangan,” ujar Baharum, warga Pulau Berhala.

Namun, belum jelas kapan penataan dilanjutkan Pemprov Kepri. Sudah lebih dari setahun dermaga Pulau Berhala rusak. Hantaman ombak membuat sebagian dermaga dan tangga dermaga rusak. Dermaga juga terputus dari daratan akibat hantaman ombak itu.

Sebagian warga membuat dermaga darurat. Namun, dermaga itu sulit diakses karena tidak ada tangga menuju kapal. Sebagian warga dan pelancong lebih memilih pindah ke perahu di tengah laut saat akan mendarat atau meninggalkan pulau.

”Kapal tidak bisa mendekat ke pantai, bisa kandas. Selain perairannya dangkal, banyak batu granit di dasar laut. Sebagian perahu cepat yang bawahnya datar memang bisa sampai ke pantai. Tetapi, itu kalau sebagian penumpang dan muatan sudah diturunkan,” kata Baharum.

Bagi warga setempat, pindah dari kapal ke perahu memang tidak masalah karena sudah terbiasa. Namun, para pelancong kerap kesulitan dengan cara seperti itu.


”Kemarin kami pindahkan penumpang dan barang ke perahu yang lebih kecil. Perahu kami sudah berusaha mendekat ke pantai, ternyata tidak bisa dan hampir kandas,” tutur salah seorang pelancong, Asrul.

Pasokan listrik juga terbatas. Sejak tahun lalu, pembangkit listrik tenaga surya terpusat dengan daya 15 kilowatt di pulau itu hanya bisa mengisi daya sebagian baterai. Sebab, sebagian catu daya rusak.

Zaman berharap, berbagai rencana pembangunan untuk menunjang pariwisata di pulau itu segera dibangun.

”Dulu sudah ribut-ribut untuk merebut pulau ini. Sekarang malah didiamkan. Nanti kalau direbut orang lagi, baru ribut-ribut lagi,” ujarnya. (Kris Razianto Mada)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com