Sambil berjalan kaki, suara berbagai jenis burung serasa berada di sekeliling peserta. Sebuah pengalaman yang membekas, berjalan sambil mendengarkan celotehan suara aneka burung di hutan Papua.
Kadang pohon-pohon yang masih basah menyentuh kulit. Namun langkah peserta famtrip tetap mengikuti arah Lambert berjalan. Peserta tinggal mengikuti saja.
Benar, pesan dari Husna, agar peserta memakai celana panjang dan sepatu kets sangat membantu berjalan menerobos semak-semak dan berjalan di kerikil atau ranting pohon di tanah. Kadang langkah harus lebar untuk menghindari pohon yang tumbang dan menghalangi jalan.
Hampir 30 menit rombongan berjalan sebelum akhirnya tiba di lokasi pengamatan burung cenderawasih di ketinggian sekitar 50 meter. Sesuai saran Husna, semua peserta berjalan dalam senyap dan mengurangi bercakap-cakap.
Setibanya di lokasi pengamatan cenderawasih, mata Lambert menatap ke atas pohon. Langkah laki-laki Papua itu seakan tak bersuara saat menginjak ranting-ranting pohon di tanah. Semua peserta famtrip terdiam menyaksikan gerak gerik Lambert melihat sekeliling dan ke atas pohon.
Bahkan, kami peserta famtrip malah asyik mengamati aksi Lambert yang mahir menirukan suara cenderawasih. Suara "cenderawasih" Lambert lantas disahut oleh suara cenderawasih asli. Suara asli dan palsu pun saling bersahut-sahutan. Sungguh sulit menerima kenyataan ini. Namun itulah yang terjadi. Suara "cenderawasih" Lambert dan yang asli tak beda jauh.
Dia lantas menunjuk ke atas pohon untuk memberitahukan bahwa ada cenderawasih di sana. Mata peserta famtrip pun otomatis menatap ke atas pohon mencari-cari apakah cenderawasih ada di sana.
Peralatan kamera pun dikeluarkan. Suasana masih hening. Hanya terdengar suara klik..! klik..! jepretan kamera. Ada juga peserta yang tak tahan menahan batuk. Seketika mata peserta lain langsung menatap seperti memperingati teman yang batuk tersebut bahwa itu mengganggu konsentrasi.
Tiba-tiba Lambert melambaikan tangan kepada KompasTravel agar mendekatinya. Perlahan-lahan KompasTravel melangkah dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara ranting patah di tanah. Setelah dekat, dia menunjuk ke atas di mana cenderawasih berada.
Namun mengamati cenderawasih pagi itu sungguh terasa sulit untuk melihat secara utuh. Kadang kepalanya yang terlihat. Kadang cuma ekor panjangnya yang samar-samar karena tertutup daun. Betapa sulitnya memotret cenderawasih secara keseluruhan.
Belum lagi saat cenderawasih itu terbang ke dahan satunya. Lokasinya sama saja, sulit melihat karena tertutup daun-daun dan terhalang dahan pohon.
Lambert pun berbisik, "Cenderawasih sudah pergi".