BUSAN, KOMPAS.com - Indonesia diakui sebagai negara yang memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi kapal pesiar terbaik di dunia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, dinilai memiliki daya tarik tersendiri.
Apalagi, masing-masing pulau di Indonesia memiliki keunikan budaya dan kondisi geografis tersendiri yang memberikan pengalaman berbeda kepada wisatawan pesiar, yang berkunjung dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
"Indonesia punya potensi destinasi kapal pesiar sangat tinggi, lebih dari negara lain. Mungkin dunia pun bisa, kita bisa jadi berkaliber kelas dunia, yang penting bagaimana me-manage," kata Direktur Utama Cruise Asia Indonesia, Yasa Sediya kepada Icha Rastika dari KompasTravel, di sela-sela acara Seatrade Cruise Asia 2016 di Busan, Korea Selatan, Jumat (13/5/2016).
Kendati demikian, menurut dia, ada sejumlah kendala yang dihadapi pengusaha, terutama pemilik kapal pesiar, dalam mengembangkan bisnis wisata pesiar dengan destinasi Indonesia. Salah satu kendalanya adalah infrastruktur pelabuhan Indonesia yang dinilai kurang memadai.
Selain itu, lanjut Yasa, para pemilik kapal terkendala tidak adanya peta bawah laut elektronik yang tersistem dalam navigasi internasional.
Menurut dia, peta bawah laut elektronik yang tersistem dalam navigasi internasional inilah yang menjadi patokan kapal-kapal pesiar.
"Makanya beberapa kapal ada yang mau masuk kalau dikasih peta manual, tetapi sebagian besar punya standar operasional sendiri. Kalau tidak ada peta bawah laut elektronik tersistem dalam navigasi internasional yang menyatakan tempatnya clear, kedalamannya pasti, mereka enggak mau masuk," tutur Yasa.
Ia menceritakan, belum lama ini ada kapal pesiar yang batal menurunkan wisatawan di Benoa, Bali, karena ombak yang besar. Besarnya ombak dinilai berisiko untuk membawa penumpang dengan kapal-kapal kecil ke pelabuhan.
Namun, lanjut Yasa, kapal tersebut enggan menepi karena tidak ada kepastian mengenai keamanan Benoa dalam peta bawah laut elektronik yang tersistem ke navigasi internasional.
"Sebenarnya kalau dipaksa, bisa masuk nempel di pelabuhan, tetapi karena tidak ter-upload dalam sistem navigasi internasional, mereka enggak mau menepi. Kalau misalnya ada di sistem navigasi internasional, sudah tidak ada keraguan lagi untuk menepi," ujar dia.
Biaya tinggi
Yasa juga mengungkapkan bahwa pemilik kapal pesiar cenderung mengeluhkan biaya tinggi yang harus dikeluarkan setiap kali kapal bersandar. Selain biaya yang tinggi, belum ada standarisasi biaya yang dipatok untuk setiap pelabuhan.
Menurut dia, biaya yang dikeluarkan untuk kapal bersandar di satu pelabuhan dengan pelabuhan lainnya berbeda. Terkadang perbedaannya cukup tinggi.
Ia pun berharap kendala-kendala tersebut bisa segera diselesaikan. Apalagi, tambah Yasa, ketertarikan wisatawan terhadap destinasi bahari di Indonesia cukup tinggi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.